Sabtu, 04 Desember 2010

Cuma 21 gram...

Ada yang tahu gak kalo ternyata roh atau dalam istilah bulenya spririt itu ternyata cuma seberat 21 gram?, begitu yang isi salah satu arikel majalah kedokteran yang saya baca semalam. Menurut penelitian para ahli dan dokter-dokter ternama di dunia, ketika kita meninggal nanti bobot dari jasad kita menyusut sebanyak 21 gram..dari hasil penelitian itu banyak spekulasi-spekulasi yang berkembang, misalnya kehidupan alam Barzah atau alam ruh (dimana setiap dari kita yang memiliki ruh dan kelak kita mati berarti ruh kita telah terpisah dari tubuh kita dan pergi menuju Sang Khalik), yang berarti jumlah bobot yang berkurang itu adalah ruh kita yang telah meninggalkan jasad kita. Kalo udah begitu, coba kita berpikir “rata-rata manusia sekarang bertahan sampai umur 60an, kira-kira selama kita ngejalanin hidup sepanjang 60 tahun sepadan gak sama sesuatu yang hilang dari kita yang ternyata Cuma seberat 21 gram?..(Mode “Kritis”:ON)

Saya sering banget memperhatikan orang-orang yang ada di sekitar saya, mulai dari yang tua, muda, laki-laki, perempuan, bahkan sampai yang androgini juga gak luput dari perhatian saya. Kalo saya perhatikan, kebanyakan dari mereka sangat mencintai segala sesuatu yang berbau “duniawi” (bukan karena mereka hidup di dunia, melainkan karena mereka lupa sama kehidupan setelah mereka semua meninggalkan dunia). Coba aja kita perhatikan masing-masing diri kita, selalu saja mengejar sesuatu yang terkadang kita sendiri suka gak tahu apa hal itu layak kita kejar atau gak.., pengen kaya tapi gak mau kerja, bicara soal intelegensi tapi cuma “sarjana roti”, hang-out sana-sini biar eksis tapi cuma seliweran di kelab-kelab malam sambil menikmati sebotol Johnny Walker, dan kebiasaan-kebiasaan gak penting lainnya. Ada juga yang cukup kompleks dan sulit dipahami tapi sering banget dilakukan para sosialita, affair dengan rekan kantor, kecanduan pesona panti pijat++, gaya hidup fagout sampai eksistensi shemale.

Yang cukup jarang ditemui namun sedang mewabah, orang-orang yang sibuk mencari sosok Tuhan dalam kehidupan nyata sampai-sampai mereka lupa menafkahi anak-istrinya, membahagiakan Ibu-Bapaknya, atau berbuat kebajikan pada orang lain yang padahal mereka akan menemukan eksistensi Tuhan jika mereka tidak melupakan itu semua. Atau yang paling parah dari hal ini adalah menggali sampai dalam suatu syariat tapi mengenyampingkan hakekat.

Memang aneh kalo saya memikirkan itu semua hanya berdasarkan nilai-nilai subyektif semata karena suka atau tidak, saya bukan Tuhan, Nabi, ataupun hakim yang bisa menyalahkan serta membenarkan terlebih lagi keadaan ini sudah lama berlangsung dan mungkin hanya sedikit orang yang merasakannya. Tapi kalo boleh saya sedikit bersuara (Mode “Kritis”:OFF, Mode “lebay”:ON) “coba kita mikir bareng-bareng mengenai persoalan (yang mungkin gak penting) ini, apa aja sih yang udah kita lakukan sampai dengan umur kita saat ini? Mengingat pada akhirnya hanya seberat 21 gram dari tubuh kita yang akan memberikan report kepada Sang Khalik..cuma 21 gram yang kalo diperkirakan cuma seukuran sebatang coklat Silverqueen atau satu bungkus kecil coklat M&m’s yang sering banget kita beli Circle K atau Alfamart dengan harga sepuluh ribuan..

We are a star....

“everybody was a star...”, begitu yang dikatakan seorang Billy corgan ketika seorang wartawan bertanya apa enaknya menjadi seorang superstar? Mungkin terdengar nyeleneh tapi menurut saya itu merupakan sebuah jawaban yang sangat diplomatis dan memiliki nilai filosofi yang tinggi.
Saya gak tahu kenapa menulis tentang hal yang mungkin terkesan “gak penting” ini, “maybe because im not a star.., not already yet..” atau memang saya gak akan pernah menjadi seorang “bintang”? coba kita mikir bareng-bareng ya.. (Mode “kritis”:ON)



Gak tahu kenapa hampir sebulan ini semua orang yang saya kenal sering banget membicarakan perihal “how life like a rockstar?” atau sekedar berangan-angan menjadi seorang “superstar”. Mereka semua sepakat bahwa dengan menjadi seorang rockstar atau superstar seseorang dapat melakukan apa saja yang diinginkannya, mulai dari meniduri banyak selebriti cantik seperti yang dilakukan Ariel “Peter Pan”, punya banyak “selir” seperti Ahmad Dhani, bebas memikat berondong bak Tamara Blezenski, bisa duet bareng SLANK atau Iwan Fals, punya affair sama tokoh-tokoh terpandang seperti Mayang Sari dan Aida Nurmala, serta perilaku arogan dari seorang Dewi Persik. Tapi apa pernah orang-orang itu berpikir kalau mereka yang sering dinobatkan sebagai rockstar ataupun superstar merasa jengah dengan ketenaran mereka sendiri, misalnya Bim-Bim SLANK yang kapok dengan budaya rock’n’roll (drugs, sex, and alcohol)dan serta merta mengganti haluannya dengan suara hati yang tertindas, bernama blues..atau Iwan Fals yang terkenal kritis tiba-tiba berbicara soal cinta dan “Senandung Lirih” ciptaan Eross “Sheila on 7”?..Apakah orang-orang itu tahu bahwa mereka yang nama besarnya sering kali dielu-elukan merasa terbebani dengan ketenarannya sendiri dan lalu perlahan terjebak dalam sebuah kubangan bernama “privasi” seperti Alm.Kurt Cobain?



Terkadang saya suka merasa bahwa kebanyakan dari kita kurang bisa bersyukur, gadis-gadis muda yang menghabiskan uang berjuta-juta untuk me-make over dirinya supaya dapat meraih impiannya menjadi seorang supermodel dan mengenyampingkan pendidikan atau anak muda yang bermimpi menjadi seorang Sid Vicious dan lalu mati over dosis dengan jarum suntik yang masih melekat di pergelangan tangan..yah, tapi gak bisa dipungkiri setiap orang ingin dilihat dan dipandang sebagai sesuatu yang berarti atau istilah kerennya EKSISTENSI”.



Saya bukan mau menggurui atau menjadi “sok tahu”, tapi kalau boleh mengutip dialog Morgan Freeman (berperan sebagai Tuhan) kepada Jim Carrey (umat yang tak pernah bersyukur) dalam salah satu film karya orang yahudi berjudul Bruce Almighty :

“Keajaiban itu memang ada.., tapi seseorang yang mampu membelah sup menjadi dua bagian, itu bukan keajaiban melainkan trik..tapi seorang Ibu muda yang memiliki dua pekerjaan sekaligus untuk menghidupi keluarga namun masih mampu menghabiskan waktu untuk bermain dengan ketiga anaknya, itu baru keajaiban..”. 


Dari kata-kata itu saya belajar memahami (Mode “kritis”:OFF, Mode “lebay”:ON) bahwa sejatinya seorang “bintang” gak selalu berkilau tapi sudah pasti terus bersinar dan gak akan pernah padam. Bahwa sekecil apapun itu, selama ia adalah seorang “bintang” maka ia akan terus bersinar tanpa pernah menyilaukan mata setiap orang yang memandanginya.

Kamis, 28 Oktober 2010

Peradaban dan Kegilaan

"Seseorang dikatakan gila ketika ia menolak kegilaan itu bersemayam di dalam dirinya sendiri" (Michael Foucalt: Madness And Civilitation)






Pernah gak ketika kita perhatikan keadaan lingkungan sosial kita, tiba tiba kita merasa bahwa saat ini dunia yang kita pijak semakin kacau dan semakin lepas kendali? atau kita merasa kalau semua penduduk bumi yang bernama manusia semakin gila?

Saya sering banget merasakan hal itu, coba kita perhatikan  peradaban mahluk yang bernama manusia sampai dengan saat ini..cukup memprihatinkan. Di saat era modernisasi mulai memasuki sebuah babak baru yang disebut globalisasi, justru peradaban kita sebagai manusia semakin jauh dari norma dan aturan-aturan sosial. Hal ini cukup membingungkan karena dalam pemahamannya, istilah peradaban sering digunakan sebagai pencapaian manusia dalam memakmurkan dirinya baik dalam konteks norma sosial maupun budaya sehingga menjadi lebih unggul dibandingkan manusia yang lainnya. Tapi kalau kita lihat yang terjadi sekarang ini kebanyakan apa yang telah kita capai justru semakin menjauhkan kita dari segala yang bersifat normatif atau dengan kata lain "manusia yang gak manusiawi".

Peradaban kita sekarang ini seperti sebuah kubangan lumpur yang besar dan kotor, penuh dengan intrik dan isu-isu primitif.,mulai dari Yahudi, kekuasaan, teroris, perdagangan manusia, ilegal loging, uang, sex, HIV, narkoba, undang-undang, pencabulan, skandal, nikah siri, poligami, gempa tsunami, sampai dengan masalah-masalah klise..,banjir, macet, kemiskinan, pendidikan...
Apa memang peradaban mahluk bernama manusia seperti kita ini sudah memasuki sebuah waham dan kegilaan? karena yang saya lihat kebanyakan dari mereka "menolak untuk sadar" dan cenderung menyangkal atas idelisme-idelisme gila yang mereka realisasikan dalam kehidupan nyata. Bagi mereka ini semua merupakan tuntutan dari kehidupan yang mau tidak mau harus mereka jalani demi sebuah "kemakmuran" itu sendiri tanpa mereka sadari hal itu telah melahirkan kembali ideologi bernama "kanibalisme" yang telah melairkan jenis-jenis baru dari manusia yang "abmoral".


Saya pribadi tidak tahu pasti apakah saya juga termasuk salah satu dari mereka, namun saya terus mencoba berpikir waras dengan cara "berdamai dengan kegilaan-kegilaan" yang tersembunyi dalam setiap lekuk otak dan "secangkir kopi hitam" saya karena sampai dengan saat ini hanya itu cara terjitu bagi saya untuk terus menjadi waras ditengah-tengah peradaban manusia yang terus memuja kegilaan sebagai suatu kewajaran.   
   

Sabtu, 23 Oktober 2010

Kempurnaan = hasrat + nafsu..

Ada gak sih manusia yang sempurna?..., pertanyaan ini sering kali muncul ketika kita melakukan sebuah kesalahan atau kekeliruan dalam menjalani kehidupan sehingga kita merasa tidak sempurna. Saya sering memperhatikan orang-orang di sekitar saya yang berusaha mati-matian untuk mendapatkan kesempurnaan, mulai dari orang yang setiap hari selepas jam kerja langsung menghabiskan waktu di pusat-pusat kebugaran demi mendapatkan bentuk badan yang sempurna sampai dengan orang-orang yang langsung menghabiskan gaji pertamanya di pusat-pusat perbelanjaan dan kecantikan demi menjaga penampilan agar selalu terlihat sempurna..tapi lucunya ketika itu semua telah mereka jalani secara maksimal, mereka merasa belum juga mendapatkan kesempurnaan yang mereka cari-cari selama ini dan jujur saja hal sekecil ini telah menjadi sebuah pertanyaan besar di dalam kepala saya. Melihat mereka, saya menemukan sesuatu yang sangat ganjil.., bukankah jam malam mereka sebaiknya digunakan untuk segera beristirahat supaya besok ketika di kantor mereka tidak mengantuk karena semalam jam tidur mereka habis di tempat gym?, bukankah sebaiknya gaji pertama mereka digunakan untuk membeli sedikit hadiah kepada orang tua mereka sendiri?

Apa pernah mereka merasa sedikit bersyukur atas apa yang telah mereka miliki? apakah tidak sebaiknya mereka sisihkan sedikit uang dari gaji pertama mereka untuk membantu keluarga jauh mereka yang sedang kesusahan? Atau pernahkah mereka berpikir meskipun badan mereka tidak terlalu "berbidang" tapi mereka masih memiliki  keluarga, istri atau pacar serta teman-teman yang selalu menerima mereka apa adanya? 

Beberapa orang bijak mengatakan bahwa ,"kesempurnaan adalah ketika kita melihat dan menerima sebuah ketidak sempurnaan secara baik" atau sebagian dari mereka mengatakan, "no body perfect..", buat saya kesempurnaan cuma segelintir hasrat dan nafsu yang yang harus selalu terpuaskan..,gak peduli apakah kita mendapatkan kepuasan itu atau tidak yang jelas kita harus terus melampiaskannya.
 

Kamis, 21 Oktober 2010

Tips Mencari Pasangan Yang Baik..?

Beberapa waktu yang lalu, dua orang teman saya datang mengunjungi saya di rumah. Seperti biasa, kita ngobrol santai di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi hitam. Banyak yang kita perbincangkan, mulai dari kisah masa lalu, sosialita, pekerjaan, sampai akhirnya perbincangan semakin panas ketika kedua teman saya berbicara soal percintaan...Mereka berdua berdebat cukup sengit ketika mereka berbicara tentang trik-trik dan pedoman jitu untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik dan benar. Teman saya yang pertama memiliki konsep bahwa untuk mendapatkan pasangan yang sesuai dimulai dengan cara "modal dengkul". Sebagai seorang peranakan Dayak-Jawa, teman saya yang satu ini beranggapan bahwa pasangan yang baik akan selalu menerima kita apa adanya meskipun keadaan finansial kita sedang buruk, tapi teman saya yang kedua membantah keras teori itu...Pemuda Toba yang satu ini beranggapan bahwa untuk mendekati seseorang yang kita suka, sedikit banyak kita harus "bermodal" karena dari situ orang yang sedang kita dekati melihat kita sebagai orang yang bertanggung jawab atau dengan kata lain bukan laki-laki yang "MoKonDo"...
Perdebatan mereka semakin sengit karena mereka berdua menganggap kalau teori mereka yang paling baik. Saya pun memperhatikan dan menyimak dengan seksama perdebatan mereka sampai saya menemukan satui hal yang sangat lucu dari "pertempuran mulut" mereka..Yang menjadi teramat sangat menggelikan adalah mereka berdua beradu argumen tentang cara jitu mendapatkan pasangan dengan sangat sengit, tapi sampai saat ini, tidak satupun dari mereka berdua yang memiliki pasangan, menggelikan bukan...?
Dari "seruput"an terakhir dalam secangkir kopi hitam yang kami nikmati sore itu, saya memahami bahwa memang tidak ada "teori baku" ataupun "rumus jitu" bagi kita semua dalam urusan percintaan. Untuk dapat merasakan, memahami, dan mengerti cinta, kita harus "terjun langsung" dan menjalani serta menghadapai semua perihal cinta yang diberikan pasangan  kita, baik itu manis atau pahit karena  "gak ada cinta yang sempurna".. 
   

Senin, 20 September 2010

Manusia dalam secangkir kopi hitam...

Secangkir kopi hitam..,gak tau kenapa saya begitu menyukai kata-kata itu, selain karena memang saya adalah salah satu dari sekian banyak penikmat kopi hitam yang ada di dunia. Bagi saya secangkir kopi hitam seperti "bercinta" dengan pikiran-pikiran liar yang "out of control" ketika sunset mulai tenggelam. Terkadang secangkir kopi hitam juga menyerupai obat penenang yang paling manjur saat perasaan saya sedang kalut atau ketika saya sedang gelisah. Begitu banyak orang merasakan sensasi yang lain ketika mereka menikmati secangkir kopi hitam. Bagi mereka secangkir kopi hitam merupakan momen terpenting dalam hidup, dimana waktu-waktu yang berlalu dipenuhi dengan romansa yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan. Sebuah nilai tentang cita rasa manusiawi yang penuh dengan dinamika dan esensi kehidupan.
Bagi saya secangkir kopi hitam adalah momen-momen aneh penuh kehangatan dimana secangkir kopi hitam merupakan refleksi terdalam dari pribadi yang menikmatinya..,pahit, hitam, namun selalu menampilkan cita rasa yang original.., dan bagi saya seperti itulah manusia, memiliki sisi-sisi gelap dan pahit tapi cukup menarik untuk dinikmati.
Gak tau apa saya yang terlalu berlebihan atau gmn, tapi setiap kali saya menikmati secangkir kopi hitam, saya merasa menemukan sesuatu yang sangat manusiawi dari sisi tergelap saya.., dan hal itu membuat saya merasa kembali menjadi seorang manusia biasa.. 

Jumat, 17 September 2010

1979..

Beberapa hari yang lalu saya baru saja merapihkan tumpukan koleksi album musik di kamar yang sudah sangat berdebu. Sambil membersihkan, saya coba memutar beberapa lagu yang lama yang sudah sangat jarang saya dengarkan..,dan saya langsung memutar tembang "1979" milik Smashing Pumpkins. Saya seperti merasakan sebuah "ambience" yang sangat unik.., seperti berada di suatu negeri 'antah-berantah' pada tahun 1979 yang penuh dengan sekumpulan permasalahan peradaban manusia..."Shakedown 1979, cool kids never have the time..On a live wire right up off the street..You and I should meet...Junebug skipping like a stone..With the headlights pointed at the dawn...We were sure we'd never see an end to it all...And I don't even care to shake these zipper blues..And we don't know..Just where our bones will rest..To dust I guess..Forgotten and absorbed into the earth below...", situasi dimana banyak orang yang memiliki keresahan dan kegelisahan tentang masa depan kehidupan umat manusia yang penuh dengan intrik, kepalsuan, morfin, anak jalanan, dan ketidak pedulian antar sesama manusia.

Dan lucunya, keadaan ini tak jauh berbeda dengan realita yang ada sekarang ini.., manusia saling acuh, saling melupakan, dan bahkan saling membunuh untuk sekedar melanjutkan proses peradaban. Lingkungan kumuh dan anal-anak kecil yang terlilit "kabel-kabel sistem" dari pemerintahan, anak-anak muda yang asik menyerap "sari pati" narkoktika, dan sekian banyak pendobrakan aturan-aturan sakral dari Tuhan.

Saya berpikir, apakah ini hanya sebagian kecil dari apa yang disebut sebagai 'human error' ?...."They're not sure just what we have in store..Morphine city slippin dues down to see..That we don't even care as restless as we are..We feel the pull in the land of a thousand guilts..". 

Bukan ingin mnggurui, hanya saja saya ingin beragi..karena cukup mengerikan memang kalau  ternyata hal ini terjadi  hanya karena  kita semua yang tidak pernah perduli dengan keadaan kita sebagai manusia yang terus berkubang dan kemudian menjadi tulang-tulang berdebu yang diserap ke dalam tanah yang dipenuhi dengan  berjuta kesalahan..

Rabu, 08 September 2010

Cinta = harta..apa akan selalu begitu?

Kemarin malam saya berbincang-bincang dengan 2 orang sahabat sampai menjelang waktu sahur. Obrolan kami cukup seru, membahas suatu hal yang sebenarnya cukup "basi" namun cukup menguras pikiran dan sedikit perasaan..,yaitu masalah percintaan..maklum, kalau ada 3 orang laki-laki dewasa ngobrol sudah pasti masalah ini akan menjadi salah satu topik yang hangat untuk diperbincangkan.

Salah seorang dari kami mengeluarkan "statement" bahwa dirinya telah dipecundangi oleh mantan pacar yang sangat ia sayangi. Hampir kurang lebih 2 tahun ia menanti penuh harap, namun ternyata mantan pacarnya itu malah berpaling ke laki-laki lain yang jauh lebih mapan. Saya rasa cukup menyakitkan memang jika kita merasakan kejadian seperti itu, bayangin aja ketika kita sedang berusaha mati-matian mengejar mimpi, tiba-tiba orang yang kita sayangi tidak mau bersabar dan berpaling pada orang lain yang secara materi jauh berada di atas kita. Saya mencoba melihat hal ini lebih mendalam, "apakah segala sesuatu yang bersifat material memang bisa memenangkan perasaan cinta seseorang?"..

Kebanyakan orang yang menganggap "cinta itu identik dengan harta" karena dari fakta yang berkembang dalam masyarakat kita menunjukan betapa dahsyatnya pengaruh materi bagi seseorang dalam kehidupan percintaannya. Kita masih banyak menemui ritual perjodohan dalam sistem tatanan sosial masyarakat, dimana perjodohan itu sendiri berbau isu-isu tentang bagaimana seorang laki-laki kaya dapat membeli cinta perempuan cantik yang baik bagi dirinya yang ternyata hanyalah salah satu "bajingan" dari sekian banyak nya bajingan yang bernama laki-laki. Dan yang lebih lucunya lagi, kebanyakan perempuan secara tidak sadar menerima kondisi tersebut dengan dalih ingin membahagiakan orang tua, mencoba berpikir realistis .."gak mungkin hanya makan dari cinta..", dan banyak lagi alasan-alasan yang menurut saya pribadi hanya akan menjadi sebuah omong kosong karena ketika terjadi hal-hal yang "tidak diinginkan", pihak perempuan-lah yang akan mengalami kerugian terbesar.

Tapi saya bukan bermaksud menyalahkan salah satu pihak karena jujur, jika berada dalam situasi seperti itu bukan tidak mungkin saya akan melakukan hal yang sama. Memang masih menjadi sebuah polemik besar ketika kita membahas masalah "peradaban percintaan manusia" karena terlalu banyak intrik-intrik yang terus menjadi konflik tersendiri dalam diri setiap manusia yang mengalami masalah percintaan seperti ini. Meskipun kita semua mengetahui dengan pasti, kalau cinta itu memiliki kebebasan untuk hinggap dimana saja ia mau meskipun dalam praktek kehidupan nyata cinta telah "berubah bentuk" menjadi suatu belenggu yang terlalu kuat untuk dijalani..        
   

Jumat, 03 September 2010

Berdamai dengan Khayalan / Kenyataan?

Akhir-akhir ini saya sering berbincang-bincang dengan beberapa teman saya, kami berbicara tentang hal-hal yang kami anggap sebagai suatu kegilaan dari perilaku manusia, yaitu khayalan. Saya cukup tertarik mengamati perilaku manusia yang satu ini. Khayalan merupakan suatu kegiatan otak yang berlangsung di dalam alam bawah sadar manusia, dimana khayalan itu pelan-pelan akan memasuki alam sadar dan bergumul cukup hebat dengan realitas logika manuisa. Bagi beberapa orang hal ini justru mendatangkan kebaikan, namun untuk beberapa orang hal ini bisa menjadi suatu "boomerang" bagi kehidupan mereka dan tanpa mereka sadari khyalan akan membawa mereka pada suatu dimensi atau realitas yang sarat dengan kondisi kejiwaan yang tidak stabil.

Manusia memiliki khayalan-khayalan yang beragam dan menarik, karena khayalan merupakan representasi dari keinginan-keinginan dari afeksi yang tidak terpenuhi oleh kemampuan kognisi manusia itu sendiri,.Maka jangan heran kalau kita pernah menemui orang-orang yang terjebak dalam khayalan mereka sendiri, seperti yang paling sering kita jumpai yaitu orang-orang yang memiliki teman yang "tak nyata". Fenomena seperti ini tergolong dalam gangguan kejiwaan yang mungkin sering kita dengar dengan istilah "schyzofrenia" atau gangguan waham dimana  seorang manusia mengalami kesulitan membedakan antara realita dan halusinasi. Biasanya hal ini terjadi karena suatu pengalaman traumatik yang sangat mendalam dan berlangsung sangat lama menghinggapi dirinya. Atau juga karena mendapatkan suatu tekanan yang sangat kuat dari lingkungan terdekatnya dan ia tidak mampu atau tidak mau  sehingga ia mengantisipasinya sehingga ia memilih "melarikan diri" dengan menciptakan suatu khayalan yang bertentangan dengan keadaan sebenarnya dan ia hidup bersembunyi di dalam khayalannya tersebut.

Hal ini jelas sangat berdampak buruk bagi kehidupan orang-orang yang hidup dalam khayalannya karena ketika ia memasuki lingkungan baru dalam hidupnya, ia akan di cap sebagai pembohong karena mau tidak mau ia akan terus menciptakan khayalan-khayalan baru agar ia bisa diterima dalam lingkungan barunya tersebut. Yang paling parahnya, perilaku seperti ini akan semakin menjauhkan ia dari realita dan mendapatkan predikat sebagai orang yang kirang waras atau "gila". 
Sayangnya pada zaman sekarang ini, kebanyakan manusia memilih hidup dalam khayalannya dan menolak realita yang ada..sebut saja mereka yang mengaku sebagai generasi menolak tua, yang ketika rambut sudah memutij namunmasih saja asik keluar masuk panti pijat +plus sambil menikmati sebotol anggur "orang tua". Sekali lagi, bukan maksud saya untuk menggurui tetapi amat disayangkan jika fenomena ini terus berlangsung dan menjadi salah satu bentuk baru dari "budaya pop" yang berkembang dalam masyarakat. Harus saya akui jika hidup dalam khayalan memang menyenangkan dibandingkan dengan kenyataan, namun terkadang dalam kenyataan terdapat pelajaran penting yang memiliki nilai-nilai berharga tentang kehidupan itu sendiri.    

Selasa, 31 Agustus 2010

manusia VS kanibalisme...

Manusia itu sangat rumit..,namun sangat menarik untuk saya pelajari dan pahami. Manusia merupakan sekumpulan permasalahan yang kompleks dan terkadang sulit untuk dimengerti. Saya sering memperhatikan perilaku-perilaku manusia yang sering kali dianggap sebagai suatu "kegilaan" karena bertentangan dengan etika peradaban manusia itu sendiri. Abaraham Maslow menyatakan, bahwa manusia terbentuk melalui sebuah proses pembelajaran lingkungan, dimana proses pembelajarannya berlangsung secara dinamis dan cenderung progresif. Sebuah perilaku akan menjadi budaya yang lalu beradaptasi berdasarkan moralitas dan etika kehidupan yang ada pada saat perilaku tersebut dilakukan atau dengan kata lain, manusia adalah sebuah bentuk estetika "tertinggi" yang terjadi akibat meleburnya nilai-nilai religi, budaya, moral, dan logika dan kemudian membentuk suatu sistem yang sering kita sebut sebagai peradaban.

Di era sekarang ini, dimana "budaya pop" telah menjadi suatu mainstream yang paling digandrungi oleh kebanyakan manusia telah menciptakan sebuah keadaan yang sangat jauh dari nilai-nilai manusia itu sendiri. Di zaman sekarang ini, saya melihat sebuah peradaban yang melihat manusia hanya sebagai "mesin yang bernyawa" dan sangat miskin akan esensi kehidupan. Manusia mengalami pergeseran nilai-nilai sehingga manusia di zaman sangat memungkinkan untuk memakan manusia lain, atau saya menyebutnya sebagai "budaya kanibalisme".

Bukan maksud saya untuk menggurui atau sok suci, karena saya benci menjadi munafik namun saya mempelajari ini semua sebagai suatu regresi ideologi sikap otak dari kebanyakan manusia yang sudah sangat kanibal dan jauh dari perikemanusiaan. Saya melihat bahwa kegilaan sudah begitu melekat pada evolusi manusia yang mulai jauh berseberangan dengan hakekat manusia sebagai "khalifah" di dunia...

Ketika mata memandang....

Saya ini termasuk orang yang suka memperhatikan wajah orang lain, terutama sorot mata mereka. Dari setiap sorot mata mereka, terkadang saya menemukan sesuatu yang menarik dari diri mereka. Sesuatu yang bisa jadi mereka sendiri tidak menyadarinya, sesuatu yang begitu besar dan dahsyat namun terkadang terpendam begitu dalam sehingga mereka sulit untuk dapat merasakannya.

“Mata merupakan jendela hati”, begitu kata para pujangga dan orang-orang bijak terdahulu ketika mereka membahas perihal “isi” manusia. Dari mata turun ke hati, begitu kata pemuja cinta ketika mereka merasakan cinta datang menghampiri diri mereka. Begitu banyak pemikiran-pemikiran yang menyentuh esensi dan nilai kemanusiaan ketika kita membahas salah satu bagian dari wajah kita ini. Bayangkan saja betapa ajaibnya, dengan bermodal dua bola kecil berwarna putih dimana di dalam setiap bolanya memiliki satu kornea berwarna hitam dan disetiap korneanya terdapat satu retina kecil yang menempel pada rongga diantara dahi dan pelipis saja kita bisa mengenali, mengerti, dan memahami seluruh isi dunia. Mata juga merupakan “kamera ajaib” bagi diri kita karena sekian lama kita hidup begitu banyak kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa bersejarah yang telah kita lewati, mulai dari yang manis sampai dengan yang pahit, mulai dari yang menyenangkan sampai dengan yang menyakitkan namun hanya sedikit saja yang terlupakan, sebagian besar terekam dengan sangat baik dalam oleh mata kita.

Bagi saya, mata merupakan cerminan emosi, mimpi, dan keinginan yang paling hebat dari dalam diri seseorang. Sebagai anak laki-laki yang cukup dekat dengan sosok Ibu, saya sering kali menangkap dan merasakan sesuatu yang lain ketika ia menatap saya, seakan-akan saya adalah sekumpulan doa atas mimpi dan harapan terbesar dalam hidupnya. Sebuah tatapan penuh dengan cinta yang membuat saya selalu merasa jauh lebih hidup setiap harinya. Atau tatapan mata mantan kekasih saya terdahulu yang seolah-olah menemukan kebahagian terbesarnya ketika diam-diam dia menatap saya. Selain itu ada juga tatapan penuh kekecewaan seseorang yang sangat menyakiti hati saya ketika dia mengetahui bahwa saya adalah seorang mantan pecandu, juga tatapan penuh rasa kesakitan yang sangat hebat sesaat sebelum maut menjemput nenek saya.

Dari seluruh tatapan mata yang pernah saya dapatkan, selain mata Ibu saya, ada satu mata yang begitu hebat menyentuh perasaan dan memberikan kekuatan tersendiri dalam diri saya. Tatapan mata yang membuat saya merasa besar namun dengan seketika membuat saya merasa kecil. Tatapan mata yang membuat saya merasa menjadi orang yang paling berani, namun seketika menjadi sangat pengecut, hingga saya menyadari bahwa diri saya hanyalah manusia biasa yang belajar mengenai ketulusan. Sebuah tatapan dari keindahan mata seseorang yang mengajarkan saya untuk selalu menjadi yang terbaik dan terus melakukan hal-hal baik…dan saya bersyukur, karena “Dia Yang Punya Kuasa” memberikan anugerah dengan memberikan saya kesempatan untuk bertemu dan merasakan langsung hangatnya tatapan mata dari salah satu “Karya Terbaik”-Nya…

Senin, 30 Agustus 2010

dari Abdul Wahab Al Bayati...

Dari kota-kota sihir dan goa-goanya muncullah : waddah
dengan bermahkota rembulan kematian dan api meteor yang jatuh di padang sahara,
yang dibawa oleh kuntilanak laksana burung murai jeruk,
bersama khafilah-khafilah menuju Syria,
dan bulu-bulu merah,
ditiupkan oleh tukang sihir ke cakrawala,
yang didalamnya tertulis mantera-mantera untuk para gadis yang berada di kota angin,
kalimat-kalimat batu yang jatuh di sumur-sumur, serta tarian-tarian api,
yang ditiupkan oleh tukang sihir ke istana khalifah,
kadangkala api itu berupa syair indah,
dan kadangkala ia berubah menjadi mutiara
bagai sang perawan,
yang jatuh di bawah kaki waddah,
lalu ia membawanya ke atas tempat tidur bagai seorang perempuan yang sedang terbuai
dengan gejolak nafsu,
sambil melampiaskan cinta bersama gelapnya malam dan cahaya rembulan yang gila,
ia mengigau, bernyanyi, mengakhiri walau tanpa memulai,
dan ia pun mengulangi lagi,
sang perawan kembali ke ranjangnya’karna merasa malu kepada sang malam dan cahaya
rembulan yang gila,
lalu ia membuka kedua matanya di atas abu api meteor yang jatuh di atas sahara,
dan bulu-bulu merah,
ditiupkan oleh tukang sihir di cakrawala, yang kadangkala berubah menjadi seekor kijang,
dengan tanduk dari emas dan kadang ia bagai seorang dukun yang mempraktekan
kesesatan, dan juga permainan kematian, di atas tanah haram khalifah,
dan malam harinya yang selalu diliputi khayalan-khayalan dan kebosanan…
Aku tidak pernah menemukan ketulusan dalam sebah cinta,
Tapi aku menemukan Tuhan…

Inilah yang paling saya suka dari seorang Abdul Wahab Al Bayati, ketika ia menyinggung perihal “Cinta dan Kematian” dalam salah satu puisinya….

Pulang...

Kalau saya perhatikan saat-saat menjelang hari Raya seperti sekarang ini, hampir semua orang terutama orang-orang muslim mulai sibuk mencari dan mengumpulkan “rupiah” untuk mereka bawa pulang untuk dibagikan kepada sanak keluarga ketika mereka kembali mengunjungi kampung halaman untuk merayakan hari raya Idul Fitri. Dari jauh-jauh hari mereka sudah membuat rencana agar bisa pulang ke kampung halaman untuk serangkaian “ritual”, mulai dari berziarah ke makam keluarga dekat maupun kerabat yang sudah meninggal, menemui keluarga yang masih hidup untuk menjalin kembali tali silahturahmi yang mungkin pernah terputus.

Sudah menjadi hakekat jika kita sebagai manusia selalu rindu kepada sesuatu yang membuat kita ingin kembali “pulang”. Ya, pulang menuju sebuah tempat yang nyaman, tenteram, dan membuat kita merasa menjadi sesuatu. Saya mengerti bahwa pada akhirnya nanti kita semua akan “pulang” mengunjungi Allah untuk melepaskan segala kerinduan dan memohon segala ampunan dengan membawa “oleh-oleh” berupa amal kebaikan yang kelak agar kita  diterima di sisi-Nya. Namun jika merujuk pada pemahaman itu, saya mulai bertanya-tanya tentang kita semua yang masih diberi waktu untuk bisa belajar lebih untuk “memperbaiki diri” oleh-Nya, “apakah kita tahu kemana saat ini kita harus pulang?”.

Saya sering perhatikan kalau di dunia ini begitu banyak manusia yang “tersesat” dan tidak tahu kemana mereka harus pulang. Mereka berjalan dari satu tempat menuju tempat lainnya untuk sekedar mencari tahu, apakah ini tempat mereka untuk “pulang” ? Saya melihat pasangan suami-isteri yang terlalu sering cekcok karena perbedaan pendapat yang membuat mereka mencari “rumah” mereka masing-masing, mulai dari diskotik, klab malam, panti pijat plus+, sampai arisan “berondong”. Anak-anak  yang menemukan “rumah” mereka di dalam lingkungan pergaulan bebas hanya karena orang tua mereka yang jarang mereka temui, padahal mereka tinggal dalam satu atap yang sama. Atau yang paling parah dari yang pernah saya temui adalah mereka yang terpaksa harus menjadi orang lain atau mengikuti segelintir aturan atau “mainstream” yang bertentangan dengan dirinya hanya karena orang-orang terdekat  menuntutnya untuk seperti itu, sehingga ia merasa tidak lagi memiliki “rumah”.

Mungkin saya terlalu berlebihan dengan pandangan dan pemikiran saya ini, tapi itu yang sering saya temui dalam diri beberapa orang yang saya jumpai di kehidupan saya. Saya melihat tangisan mereka saat mereka tersenyum, saya juga mendengar jeritan mereka saat mereka tertawa. Saya coba melihat, mendengar, dan merasakan hal ini secara mendalam, betapa sedihnya mereka karena ketika masih di dunia saja mereka tidak tahu kemana mereka harus “pulang”, bagaimana nanti kelak di “Hari Perhitungan”?

Dari sini saya belajar lagi mengenai satu hal, bahwa setiap orang harus memiliki “rumah” bagi hatinya. Bahwa kita sebagai manusia harus bergegas “pulang” untuk sekedar menemui, mengerti, dan memahami kalau hidup kita begitu berarti ketika kita di “rumah”, kita merasa menemukan jalan “pulang”.

Kamis, 26 Agustus 2010

ANTAGONIS....

Belakangan ini saya teringat dengan tokoh "Joker", salah satu musuh dari superhero Batman yang pertama kali diperankan dengan sangat baik oleh Jack Nicholson dan kemudian oleh Alm. Heath Legder yang ia mendapat banyak pujian dari kritikus film. Joker adalah penjahat licik yang sadis dan bengis., Ia juga perampok, ahli pembuat bom yang berpakaian jas ungu gelap dengan riasan muka yang menyerupai badut. Salah satu yang menjadi "trademark" dirinya adalah senyumnya yang menyeringai, karena bibirnya yang lebar sampai  ke lesung pipi. Ia merupakan simbolisasi teror yang menakutkan dan sangat meresahkan bagi Gotham City, karena ia melakukan semua aksi kejahatannya atas dasar kesenangan pribadi semata. Joker melakukan kejahatan karena ia menyukai dan mencintai kejahatan.

Jika teringat pada tokoh Joker, saya selalu membayangkan betapa menyenangkannya menjadi seseorang yang jahat, licik, sadis, dan bengis. Saya berimajinasi, seandainya saya menjadi Joker, hal-hal apa saja yang akan saya lakukan untuk menebar teror. Yang pertama, saya akan merampok "kepala" tugu monas yang katanya tidak mungkin ada yang bisa mengambilnya. Lalu saya akan menge-bom arena Dunia Fantasi, karena itu menyerupai konsep Disney land yang berasal dari Amerika, berarti konsep yahudi dan saya benci yahudi. Terus saya akan menyandera Andi Mallaranggeng dan menyiksanya sampai mati, karena saya tidak suka dengan orang-orang yang "banyak omong". Dan yang terakhir saya akan merampok habis Bank Indonesia terutama rekening uang setoran pajak, karena saya tidak menyukai "sistem pajak".
Kalau saya sadari, ternyata saya tidak jauh berbeda atau bahkan bisa jadi lebih parah dari seorang penjahat. Apakah kalian juga merasakan dan memikirkan hal yang sama seperti saya? ternyata kita memiliki sisi gelap yang tidak terlihat namun terkadang sering kali muncul pada saat-saat yang tak terduga. Kita bisa menjumpainya dalam realita kehidupan sehari-hari, dimana setiap orang yang kita kenal ataupun tidak menunjukan sikap-sikap yang "tidak terpuji". Mulai dari orang-orang yang saling memaki dan membongkar aib orang lain dalam ruang persidangan, orang-orang berdasi yang keluar-masuk satu gedung ke gedung lain  hanya untuk menipu, sampai penegak hukum yang teramat sangat "ringan tangan" terhadap warga sipil.
Dalam keadaan yang membingungkan itulah saya mulai berpikir, "Sungguh ironis jika untuk melakukan sesuatu yang kita senangi, kita harus melakukan kejahatan terlebih dahulu seperti yang Joker lakukan" karena seperti itulah keadaan yang banyak saya temui dalam kehidupan ini, untuk dapat "sesuatu" bertahan maka kita harus menjadi seorang antagonis agar kita tidak digilas oleh roda zaman yang semakin tidak menentu arah perputarannya..     

Rabu, 25 Agustus 2010

Mati = Hidup

Baru-baru ini salah satu teman saya membuat pernyataan soal kematian. Dia menanyakan kepada saya, "seandainya gua meninggal, orang-orang yang sayang sama gua bakal nangis gak ya?"...Jujur, pertanyaan itu membawa saya pada sebuah polemik tersendiri tentang kematian. Dari sekian banyak orang yang mempengaruhi hidup saya menyatakan bahwa kematian itu merupakan salah satu ritme terpenting dalam kehidupan. Ada pertemuan, berarti ada perpisahan..ada yang datang juga ada yang pergi, dengan kata lain, ada kehidupan berarti ada kematian. Jadi, jika demikian adanya kenapa masih ada segelintir orang yang memilih kematian sebagai "solusi" terbaik untuk menyelesaikan suatu masalah, padahal semua orang yang hidup pasti akan mati?
Kematian merupakan hal yang lazim namun sangat sulit untuk dipahami dan dimengerti oleh akal manusia. Kematian merupakan peristiwa lepasnya nyawa dari organisme biologi, atau bisa dibilang keadaan dimana terpisahnya roh dan jiwa dengan tubuhnya. Jadi sebenarnya, ketika kita memulai suatu kehidupan maka kita sudah mulai menghitung mundur menuju kematian. Kita harus menggunakan waktu  yang ada dengan sebaik mungkin untuk menuju sebuah kematian. Namun masih ada juga segelintir orang yang tidak memahami kematian secara bijak. Ketika sebagian besar orang berusaha sekuat tenaga untuk bisa hidup, sebagian kecil lainnya malah ingin mengakhiri hidupnya. Saya bersyukur bisa bertemu dengan "mereka-mereka" yang pernah ingin mennyelesaikan hidup dengan cara bunuh diri. Mereka mengakui, "solusi bunuh diri" ini muncul ketika mereka mengalami masalah-masalah yang berat dan merasa menemukan "jalan yang buntu" dalam kehidupan mereka. Mulai dari yang klise, masalah seputar romantika, kekecewaan, tertekan, merasa usefull, hopeless,  sampai dengan gejala neurosis lainnya yang membawa mererka pada keadaan helpless.
Tapi dari sekian banyak "mantan" pelaku bunuh diri yang saya pernah temui, ada yang paling menarik, saya menyebutnya sebagai "mayat yang hidup". Mereka hidup, tapi menjalani kehidupan mereka seperti orang mati. Tidak memiliki tujuan, pasif, apatis berlebihan, dan merasa diri mereka tidaklah nyata (maya). Mereka seperti tersesat ke dalam kehidupan yang "kopong" sehingga mereka merasa tidak menjalani sebuah ritme kehidupan yang nyata.
Berdasarkan pengalaman saya itu, akhirnya saya memiliki sebuah pemahaman yang mungkin agak kabur namun membuat saya tidak hanya sekedar melihat apa yang saya rasakan, tapi lebih merasakan apa yang tidak terlihat. Bahwa dari sekian banyak orang yang memiliki kehidupan, masih ada yang menolak memilikinya. Mereka lebih suka menikmati kematian daripada menjalani kehidupan. Padahal seandainya saja, mereka mau sedikit berdamai dengan diri mereka sendiri maka mereka akan mengerti bahwa dalam kehidupan ini masih banyak hal  sepele yang tidak hanya sekedar dijalani namun sangat indah untuk di nikmati. Dari mereka, saya belajar bahwa saya harus terus hidup untuk bisa "mati".       

Selasa, 24 Agustus 2010

kamar kosong nunoval: manusia....

kamar kosong nunoval: manusia....: "Manusia adalah mahluk paling sempurna. Manusia memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri untuk mencapai kesuksesan dengan cara mengelola dan..."

manusia....

Manusia adalah mahluk paling sempurna. Manusia memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri untuk mencapai kesuksesan dengan cara mengelola dan mengembangkan potensi diri secara terus menerus...tapi lucunya, jika kita amati "mereka" yang menyebut dirinya sebagai manusia justru sangat jauh dari nilai-nilai kesempurnaan. Kebanyakan dari mereka mengejar sesuatu yang bahkan mereka sendiri tidak tahu, kenapa mereka mengejar hal tersebut?..memang aneh.., itulah kira-kira kata yang sering saya gunakan untuk melihat peradaban manusia sekarang ini. Belum lagi sebagian dari kita yang sering kali menyuarakan perdamaian dengan dalih Hak Asasi Manusia..,padahal kita tidak tahu dengan pasti, asasi manusia mana yang dibela mereka?.., atau hanya sebatas kepentingan segelintir orang yang melihat peluang untuk menguasai manusia-manusia lain?...dan sebagian kecil lainnya adalah manusia-manusia sombong yang tanpa rasa malu menjual kemiskinan dan kemelaratan mereka di depan orang banyak. Yang satu ini memang agak unik, karena mereka terlihat seperti manusia-manusia yang tertindas dan membutuhkan pertolongan..padahal, kalau kita amati lebih mendalam sebenarnya mereka tertindas bukan oleh kemiskinan, melainkan oleh sisi kemanusiaan mereka sendiri yang selalu menganggap hanya diri mereka saja yang harus dibantu, padahal sering juga kita temui pengumpul-pengumpul materi yang memiliki ketidaknyamanan dan kebahagiaan dalam hidup mereka..
Saya bukanlah utusan-Nya yang ingin memberikan penghakiman.., hanya saja saya mencoba melihat, mendengar, dan merasakan semua hal hal yang mungkin sudah tidak lagi dilihat, dirasa, dan didengar oleh mereka para manusia...
 

Jumat, 30 Juli 2010

kamar kosong

aku bukan sebidang ruang yang gelap dan sumpek..,
aku bukan sebuah petak yang sempit dan pengap..,
aku juga bukan sepotong sekat yang penuh dan sesak..
karena aku adalah remang yang lapang..,
karena aku selalu bebas dan lepas..,
karena aku seperti lega tanpa batas..,
sebab aku bukan ukuran, simbol, ataupun makna..
aku hanya sebuah kamar kosong dalam catatan kehidupan yang timpang