“A
person may cause evil to others not only by his actions but by his
inaction, and in either case he is justly accountable to them for the
injury.”
~John Stuart Mill~
Apa
arti kebebasan? Pertanyaan ini sering kali berkutat dalam pikiran
saya. Ada yang mengartikannya secara harafiahnya saja dan ada juga
yang mengartikannya secara konseptual dan teoritis. Sejujurnya,
pemahaman tentang kebebasan telah menjadi ganjalan tersendiri dalam
kehidupan pribadi saya karena pada kenyataannya, prinsip serta nilai
yang terkandung dalam pengertian kebebasan justru terkesan bertolak
belakang dengan makna dari kebebasan itu sendiri. Contoh yang mungkin
paling sering kita jumpai adalah mereka yang menganut azas “kebebasan
yang bertanggung jawab”, yang dalam secara realitanya apa mungkin
seseorang yang diberi kebebasan akan memiliki kecenderungan untuk
bertanggung jawab?
Jika
diartikan secara harafiah, kebebasan berarti keadaan dimana tidak
adanya larangan. Dalam kajian ilmu bahasa, kebebasan diartikan
menurut kata dasarnya, yaitu bebas. Bebas merupakan suatu kondisi
yang terlepas atau tanpa penghalang. Tidak terbatas atau terikat pada
sesuatu, keadaan yang merdeka.
John
Stuart Mill dalam karyanya, On Liberty,
membagi kebebasan menjadi dua, yaitu kebebasan bertindak dan
kebebasan dari paksaan. Secara hakekat kehidupannya, kebebasan adalah
perbuatan yang bukan didasari oleh kemauan individu yang tanpa
kontrol atau batasan. Dalam pemahamannya, John Stuart Mill tidak
menekankan keadaan yang bebas sebagai pengendalian kuat atas kemauan
individu maupun tatanan sosial untuk melakukan kehendak.
Menurut
pemahaman yang berkembang di tengah masyarakat, kebebasan kerap kali
dikaitkan dengan apa yang disebut sebagai penegakan hak azasi.
Padahal kalau saya perhatikan, kebanyakan pelanggaran hak azasi
justru dilakukan oleh mereka yang menciptakan dasar – dasar hak
azasi itu sendiri. Penerapan dari kebebasan tiap individu yang hidup
diatur berdasarkan sistem – sistem serta pasal yang justru mengikat
dan absolut. Saya sering mendengar norma yang berlaku di masyarakat
bahwa “setiap orang berhak melakukan apa yang ia kehendaki selama
hal tersebut tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan orang
lain”. Saya berpikir keras mengenai pemahaman ini, bagaimana
mungkin saya melakukan sesuatu yang saya kehendaki tanpa menyentuh
kepentingan orang lain? Sedangkan pada hakekatnya, saya adalah mahluk
sosial, yang berarti dalam kondisi apapun akan selalu connect
atau terhubung dengan mahluk sosial lainnya.
Saya
lebih menyepakati apa yang menjadi pemahaman John Stuart Mill tentang
kebebasan, yaitu kebebasan merupakan sikap untuk memilih tidak
terikat pada nilai dan prinsip yang mengekang. Selalu terbuka
terhadap hal baru, namun tidak menerimanya secara mentah. Sikap untuk
tidak terikat pada persepsi sepihak, stigma, serta asumsi “asal”
sehingga tiap orang bisa dengan leluasa untuk menerima dan mencerna
suatu pandangan, dan leluasa juga untuk mengutarakan apa yang telah
dicernanya tersebut. Dengan kata lain, kebebasan sejatinya bermula
dari bagaimana seseorang itu berpikir dan mengaktualisasikan
pikirannya tersebut. Saya rasa akan sangat sia – sia apabila setiap
orang diberi kebebasan untuk bertindak hanya berdasarkan apa yang
dikehendaki, tapi tidak boleh bertindak berdasarkan apa yang
dipikirkan.
Sumber
:
http://www.bartleby.com/130
Mill,
John Stuart. 1869. On Liberty
http://id.wikipedia.org