Sabtu, 04 Desember 2010

We are a star....

“everybody was a star...”, begitu yang dikatakan seorang Billy corgan ketika seorang wartawan bertanya apa enaknya menjadi seorang superstar? Mungkin terdengar nyeleneh tapi menurut saya itu merupakan sebuah jawaban yang sangat diplomatis dan memiliki nilai filosofi yang tinggi.
Saya gak tahu kenapa menulis tentang hal yang mungkin terkesan “gak penting” ini, “maybe because im not a star.., not already yet..” atau memang saya gak akan pernah menjadi seorang “bintang”? coba kita mikir bareng-bareng ya.. (Mode “kritis”:ON)



Gak tahu kenapa hampir sebulan ini semua orang yang saya kenal sering banget membicarakan perihal “how life like a rockstar?” atau sekedar berangan-angan menjadi seorang “superstar”. Mereka semua sepakat bahwa dengan menjadi seorang rockstar atau superstar seseorang dapat melakukan apa saja yang diinginkannya, mulai dari meniduri banyak selebriti cantik seperti yang dilakukan Ariel “Peter Pan”, punya banyak “selir” seperti Ahmad Dhani, bebas memikat berondong bak Tamara Blezenski, bisa duet bareng SLANK atau Iwan Fals, punya affair sama tokoh-tokoh terpandang seperti Mayang Sari dan Aida Nurmala, serta perilaku arogan dari seorang Dewi Persik. Tapi apa pernah orang-orang itu berpikir kalau mereka yang sering dinobatkan sebagai rockstar ataupun superstar merasa jengah dengan ketenaran mereka sendiri, misalnya Bim-Bim SLANK yang kapok dengan budaya rock’n’roll (drugs, sex, and alcohol)dan serta merta mengganti haluannya dengan suara hati yang tertindas, bernama blues..atau Iwan Fals yang terkenal kritis tiba-tiba berbicara soal cinta dan “Senandung Lirih” ciptaan Eross “Sheila on 7”?..Apakah orang-orang itu tahu bahwa mereka yang nama besarnya sering kali dielu-elukan merasa terbebani dengan ketenarannya sendiri dan lalu perlahan terjebak dalam sebuah kubangan bernama “privasi” seperti Alm.Kurt Cobain?



Terkadang saya suka merasa bahwa kebanyakan dari kita kurang bisa bersyukur, gadis-gadis muda yang menghabiskan uang berjuta-juta untuk me-make over dirinya supaya dapat meraih impiannya menjadi seorang supermodel dan mengenyampingkan pendidikan atau anak muda yang bermimpi menjadi seorang Sid Vicious dan lalu mati over dosis dengan jarum suntik yang masih melekat di pergelangan tangan..yah, tapi gak bisa dipungkiri setiap orang ingin dilihat dan dipandang sebagai sesuatu yang berarti atau istilah kerennya EKSISTENSI”.



Saya bukan mau menggurui atau menjadi “sok tahu”, tapi kalau boleh mengutip dialog Morgan Freeman (berperan sebagai Tuhan) kepada Jim Carrey (umat yang tak pernah bersyukur) dalam salah satu film karya orang yahudi berjudul Bruce Almighty :

“Keajaiban itu memang ada.., tapi seseorang yang mampu membelah sup menjadi dua bagian, itu bukan keajaiban melainkan trik..tapi seorang Ibu muda yang memiliki dua pekerjaan sekaligus untuk menghidupi keluarga namun masih mampu menghabiskan waktu untuk bermain dengan ketiga anaknya, itu baru keajaiban..”. 


Dari kata-kata itu saya belajar memahami (Mode “kritis”:OFF, Mode “lebay”:ON) bahwa sejatinya seorang “bintang” gak selalu berkilau tapi sudah pasti terus bersinar dan gak akan pernah padam. Bahwa sekecil apapun itu, selama ia adalah seorang “bintang” maka ia akan terus bersinar tanpa pernah menyilaukan mata setiap orang yang memandanginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar