Ternyata
betul apa yang pernah dikatakan salah satu dosen saya sewaktu masih
kuliah dulu, bahwa emosi itu merupakan salah satu hal yang menarik
dalam aspek psikologi manusia. Saya ingat waktu itu, dosen saya
menyampaikan perspektifnya yang sedikit melawan mainstream yang
berlaku dalam dunia psikologi. Dosen saya berpendapat kalau emosi
adalah suatu sistem imune atau “kekebalan hidup” dalam
tubuh manusia. Ibarat kondisi fsik manusia, sehat atau tidaknya
seseorang tergantung dari sistem kekebalan tubuh yang ia miliki maka
begitu juga penggambaran dari hubungan emosi dengan kehidupan
manusia, dimana kualitas hidup manusia tergantung dari bagaimana
sistem “kekebalan hidup” yang dimiliki oleh manusia tersebut.
Kalau
ditelaah sesaat, mungkin sudut pandang dosen saya itu terlalu janggal
dan kurang relevan. Tapi saya mencoba melihat lebih dalam lagi, bahwa
pada kenyataannya kondisi emosional kita sebagai manusia memang
memiliki kontrol yang cukup kuat terhadap perilaku kita sehari –
hari (mengingat kita sebagai manusia mempunyai sistem afeksi
atau perasaan yang cukup banyak mengandung muatan emosional).
Kemarin
salah satu teman perempuan saya mengalami fluktuasi emosi yang cukup
hebat. Teman perempuan saya itu berusaha menahan tangis karena
mendapat tekanan dari orang – orang yang ada disekitarnya. Hal ini
juga terjadi pada teman perempuan saya yang lain, dimana teman
perempuan saya yang lain ini mengalami permasalahan dengan
pasangannya karena kondisi emosionalnya yang sedang tidak baik. Dan
kejadian dari teman perempuan saya ini semakin bertambah rumit karena
mereka sedang mengalami masa menstruasi. Beberapa teman saya juga
sering mengalami permasalahan dalam hidupnya dikarenakan kondisi
emosional dirinya yang sedang tidak baik. Kebanyakan dari teman saya
ini sering mengalami kendala dalam berkomunikasi dengan orang hanya
karena emosi mereka yang mudah sekali terpancing atau tersulut.
Saya
ingat teori dari psikolog, Daniel Goleman yang mengatakan bahwa emosi
itu merujuk pada suatu perasaan dan pemikiran yang khas. Suatu
keadaan biologis dan psikologis serta kecenderungan untuk bertindak.
Dengan kata lain, emosi memberikan dorongan kepada seseorang untuk
melakukan suatu tindakan. Berdasarkan hal ini, maka saya rasa ada
benarnya sudut pandang dari dosen saya itu.
Mungkin
akan terdengar naif jika saya mengatakan kalau apa yang terjadi pada
teman – teman saya itu salah atau benar karena pada dasarnya tidak
ada batasan nilai yang berlaku untuk menentukan apakah perilaku
mereka itu sepenuhnya salah. Sesuatu yang bersifat emosional itu
pastinya sangat manusiawi, mengingat bahwa manusia itu cenderung
dinamis, baik secara progress maupun regress. Jika
memang ada ukuran yang dapat menentukan apakah perilaku seseorang itu
benar atau salah, menurut saya , ukuran tersebut hanya bersifat
tentative atau tergantung pada situasi dan kondisi saat
perilaku itu terjadi.
Memang
apa yang saya tulis ini terkesan dangkal dan sepihak sebab sekali
lagi, terlalu banyak persepsi yang sudah terlanjur berkembang jauh
sebelum para ahli menemukan pemahaman – pemahaman yang valid
mengenai emosi. Dan selama banyaknya persepsi tentang emosi ini, saya
dan Anda semua yang membaca tulisan saya ini bisa lebih bijak dalam
menggunakan emosi dalam kehidupan kita sehari – hari.