Minggu, 08 Mei 2011

Mulailah dari yang terkecil dan termudah..


" Lakukan perubahan pada dirimu sesuai dengan apa yang kamu inginkan, maka dunia akan   menemukanmu " 
~ Mahatma Ghandi ~

Kalau kita perhatikan, sejak memasuki era modernisasi seperti sekarang ini, keadaan dan kondisi peradaban kita sebagai manusia semakin tidak terkendali. Siklus kehidupan yang terus berputar begitu cepat telah menghasilkan begitu banyak perkembangan, terutama bagi peradaban manusia. Coba kita perhatikan, setiap menitnya selalu saja lahir penemuan-penemuan baru di bidang teknologi dan informasi, mulai dari handphone, communicator, Black Berry, iPhone, hingga iPad. Belum lagi media on-line di internet, mulai dari Facebook, Yahoo Messenger, Twitter, sampai webcam, serta Windows Talk Messenger (yang belakangan baru saya ketahui, ternyata lebih sering digunakan bagi mereka yang suka meng”eksploitasi” bagian-bagian intim dari tubuh mereka).

Sampai saat sekarang ini, mungkin sudah teramat sering kita menemukan peradaban manusia yang menurut saya justru semakin jauh dari kaedah kemanusiaan itu sendiri. Bayangkan saja, di zaman sekarang, anak kelas 5 SD sudah sangat akrab dengan media internet dan bahkan teramat mahir membuka situs-situs “17 th keatas”. Semua ilmu pengetahuan bisa didapatkan dengan mudah, cukup melalui “mesin pencari” bernama google dan dengan seketika tenaga kerja guru di sekolah dasar tidaklah lagi diperlukan (yang berarti, kelak angka pengangguran di negeri ini semakin meningkat). 


Mungkin bukan saya saja yang merasakan kejanggalan ini. Banyak juga saya temukan gerakan-gerakan masyarakat yang mencoba concern terhadap masalah ini, mereka mencoba melakukan sebuah revolusi, reformasi, atau apapun istilah inteleknya, dengan tujuan akan adanya  suatu perbaikan yang positif. Suatu perbaikan yang dilakukan melalui sebuah tindakan, bernama PERUBAHAN. Tapi sayangnya, kebanyakan dari gerakan ini juga masih belum efektif karena terkesan tidak tepat sasaran (sekali lagi, mungkin ini sudah jadi sistem dalam strata sosial dan budaya kita, terlalu banyak “kepentingan” ).

Kebanyakan dari gerakan ini selalu menyuarakan perubahan-perubahan besar dengan suara yang lantang. Tentang kemanusiaan, misi penyelamatan lingkungan, rasa senasib dan sepenanggungan, konsep-konsep moral serta gaya hidup “sehat rohani”, tapi masih melakukan perubahan hanya untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang selama ini sudah membantu “menyokong” gerakan-gerakan masyarakat ini.

Di sini saya bukan ingin menjadi munafik atau “sok yang paling benar”, tapi apa tidak sebaiknya sebuah perubahan itu dimulai dari hal-hal yang kecil serta mudah untuk dilakukan. Ketika kita berbicara tentang kemanusiaan dan rasa senasib-sepenanggungan, berbondong-bondong kita mengirimkan bantuan ke pelosok-pelosok dunia tapi “membuang muka” saat bertemu pengemis di jembatan penyeberangan yang biasa kita lewati saat berangkat kerja. Kita bicara tentang penyelamatan lingkungan, “menanam seribu pohon” tapi sayangnya hanya menanam, urusan merawatnya tetap kita serahkan ke ahlinya, mereka yang memakai seragam orange dan helm kuning dari Dinas Pekerjaan Umum. Mereka yang selalu mengedepankan kecerdasan moral dan rohani, “membangun masyarakat yang madani” dan tanpa sadar, wajah mereka tersiar di TV, Koran, serta media-media informasi lainnya saat sedang mengeksplorasi “fantasi liar”nya ketika berada di ruang terhormat, tempat biasa para dewan memutuskan suatu kebijakan tentang negeri ini.

Bagi saya, perubahan pasti datang. Suka-tidak suka, cepat atau lambat. Kita hanya perlu menindak lanjutinya secara bijak dan tidak memberikan pengaruh buruk bagi kita sendiri maupun orang lain. Perubahan adalah suatu proses yang seharusnya berdampak positif, maka bagi saya lebih baik melakukannya dari hal yang terkecil dan mudah. Seperti ada ungkapan  yang kalau tidak salah pernah diucapkan oleh seorang Bob Marley,

“ Jika kamu ingin membuat dunia menjadi gelap, kamu tidak perlu memborong semua kaleng cat berwarna hitam. Cukup kamu pakai kacamata hitammu, dan seisi dunia ini akan terlihat gelap bagimu..”