Jumat, 11 November 2011

Seberapa Sering Sih Kita Absen Dari Kehidupan?


Hari ini supervisor GA (General Affair) kantor gak masuk dan itu berarti satu hari kerja tanpa penerapan aturan. Gak ada yang nanya si A kemana? Si B kenapa absen? dan pertanyaan serta bla bla bla lainnya yang secara garis besar cuma perihal absen atau ketidakhadiran. Senang? Pastilah, mengingat gak ada orang yang biasanya nanya, “tadi absennya telat ya? Makanya, jangan begadang..bla bla bla”. Tapi jujur ada yang tiba-tiba jadi ganjalan di pikiran saya, kenapa ya absensi atau ketidakhadiran itu bisa menjadi sesuatu yang sangat crusial? Sambil menikmati secangkir kopi hitam yang baru saja diseduh, saya coba memahami perihal absensi ini.

Terkadang saya mikir, ketika saya benar-benar absen untuk masuk kerja, pasti HRD ataupun GA kantor tempat saya kerja sibuk mencari tahu keberadaan dan keadaan saya. Kenapa saya absen? Apa saya sakit? Kalau saya sakit, bagaimana keadaanya? Dirawat atau hanya istirahat di rumah? Dan bermacam-macam pertanyaan penuh rasa empati tapi kesannya curigaan. Sikap seperti ini seakan-akan menunjukan bahwa mereka sangat mengharapkan kehadiran kita dan gak mau kalau kita pergi sedangkan keadaan memang mengharuskan kita absen, entah itu karena kita sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik atau karena kurang mendapat apresiasi dari tempat kita bekerja sekarang ini. Cukup aneh gak sih?

Kita sering banget mengeluh soal si bos yang tidak pernah memberikan apresisai yang setimpal atas loyalitas kita yang tidak pernah absen untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan tapi dari persepsi saya yang dangkal ini, saya mencoba mengembangkan pemikiran lebih luas. Pada kenyataannya, kita sering kali harus absen dari berbagai dinamika dan realita kehidupan yang sedang kita jalani. Coba aja kita ingat, seberapa sering kita absen untuk sekedar menemani Ibu minum teh di sore hari hanya karena ingin refreshing di hari libur kerja? Seberapa sering kita absen untuk mendengar cerita anak-anak kita sewaktu di sekolah tadi hanya karena ada lemburan yang harus kita kerjakan? Seberapa sering kita absen untuk mendengar keluh kesah istri yang ingin bermanja-manja kangen? dan kita menanggapinya hanya dengan, “sudah ya, Ayah cape”.

Mungkin seperti terlalu mendramatisir keadaan atau pemikiran, tapi coba kita pikirkan lagi baik-baik perihal absensi ini. Coba kita lihat dan bandingkan, seberapa banyak absen yang kita buat dalam hidup ini? Seberapa sering kita absen dalam pekerjaan kita yang bernama “kehidupan”?






Tidak ada komentar:

Posting Komentar