Selasa, 03 Juli 2012

Karena Kita Ingin Eksis..

Di masa depan, setiap orang bisa menjadi terkenal di seluruh dunia hanya dengan lima belas menit”.
~ Andy Warhol ~

Sudah menjadi tujuan dari tiap mahluk hidup yang bernama manusia untuk meng-aktualisasikan dirinya dengan sebaik mungkin demi mendapatkan berbagai pencapaian terbaik dalam kehidupannya. Hal ini begitu tergambar dalam catatan sejarah peradaban dunia, dimana begitu banyak nama – nama besar yang telah membuat begitu banyak perubahan demi eksistensi atau kelangsungan hidup manusia.

Secara harafiah, eksistensi memiliki arti keberadaan atau suatu perihal yang memang ada. Para filsuf menyatakan bahwa eksistensi berpusat pada manusia atau individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar (Eksistensialisme). Benar adanya jika eksistensi telah menjadi tujuan utama dari apa yang kita sebut dengan peradaban karena pastinya setiap mahluk hidup akan berupaya untuk mempertahankan dan menjaga kelangsungan hidup mereka.



Pada era global seperti ini, banyak orang yang menunjukan keberadaan dirinya dengan melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan yang justru pada kenyataannya telah menggeser esensi dari nilai serta norma yang berlaku selama ini dan tanpa sadar, mereka mengartikannya dengan pemahaman baru yang dianggap lebih moderen serta fleksibel. Efek domino yang kuat menyebabkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau bahkan lebih tepatnya, saling mendominasi diantara perkembangan zaman dan eksistensi yang menyebabkan begitu banyak manusia menciptakan pola -pola baru atau mainstream yang tidak memiliki keterikatan satu sama lain, maka bukanlah suatu pemandangan baru jika begitu banyak manusia yang memilih menjalani hidup menurut aturan mainstream-nya sendiri – sendiri.


Eksistensi pada umumnya akan mendatangkan penghargaan diri bagi individu yang memperjuangkannya. Dalam kajian psikologi, Abraham Maslow menyatakan bahwa penghargaan diri merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi setiap manusia (Needs of Hierarchy)”.


Pada kenyataannya sekarang ini, eksistensi itu sendiri telah diartikan dengan pemahaman lain yang dimana pemahaman ini dianggap telah melunturkan nilai – nilai moralitas serta norma oleh orang – orang terdahulu yang sebenarnya sudah lebih dulu “eksis” dibandingkan dengan orang – orang dengan paham moderen di masa sekarang ini. Pada era terdahulu yang cenderung mengarah pada pola konservatif, eksistensi manusia lebih ditekankan pada penanaman budi pekerti dengan pengharapan akan lahirnya generasi yang memiliki nilai – nilai suri tauladan bagi sesamanya. Namun seiring perkembangannya, perspektif manusia moderen menganggap bahwa pemahaman seperti itu sudah tidak layak lagi untuk diaktualisasikan. Pada tatanan masyarakat moderen, eksistensi lebih menekankan prinsip – prinsip individualisme yang secara harafiahnya dapat diartikan bahwa sekarang ini eksistensi manusia lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan bersama.

Teramat sulit bagi masyarakat awam untuk menyikapi masalah ini karena ke-berpihak-an bukan solusi terbaik yang harus kita ambil, namun perlu adanya ke-bijaksana-an dari cara pandang dan berpikir dari kita semua mengenai pertentangan ini sebab bagaimanapun, fenomena eksistensi ini akan berakibat pada lahirnya generasi baru di masa mendatang yang kehilangan jati diri hanya dikarenakan tidak paham bagaimana mereka harus menunjukan esksitensi diri mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar