Rabu, 02 November 2011

Kenapa sih mereka pilih bercerai?

“Menikah itu wajib hukumnya, kalau sudah sanggup”, itulah pernyataan pernah yang saya dapat dari beberapa orang terdekat saya yang telah menjalani kehidupan pernikahan. Mereka banyak memberi saya pandangan secara “audio” maupun “visual” mengenai apa yang disebut dengan pernikahan. Menurut mereka, pada akhirnya setiap orang pada akhirnya akan menikah, mau itu dengan orang yang mereka inginkan atau pun dengan orang pilihan orang tuanya. Tapi yang agak susah untuk saya pahami adalah ketika saya bertanya, “kalau emang pada setiap orang akhirnya harus menikah, kenapa banyak banget pasangan menikah yang berakhir dengan perceraian?” lalu mereka menjawab sekenanya, “ya berarti gak jodoh” dan mendadak dahi saya penuh dengan kerut.



Saya “seruput” secangkir kopi hitam sambil memikirkan persoalan pernikahan yang membuat kepala saya ini jadi terasa “penuh dengan lebah”. Kalau saya lihat pada kenyataan yang ada, setiap hari ada saja pasangan yang saling mengikatkan diri dalam sebuah pernikahan dan berakhir dengan kata cerai. Dimulai dari dua orang yang saling mencintai dan ingin bersumpah sehidup-semati, hidup bersama baik dalam keadaan senang maupun susah dan mereka menikah. Pada awal pernikahan semua tampak berjalan dengan sangat mulus maka terpikir untuk membuat beberapa rencana, memiliki momongan, menabung untuk cicilan rumah, dan bla bla bla. Pada tahun-tahun berikutnya beberapa rencana sudah terlaksana, anak yang lucu serta rumah yang nyaman dan pelan-pelan mulai muncul percekcokan kecil, mulai dari peran suami yang mencari nafkah dan istri mengurus anak, yang mana pada masa ini ego mulai mengambil alih kesadaran mereka sebagai sepasang suami-istri dan orang tua. Sampai ke permasalahan nafkah, baik lahir maupun bathin. Suami yang mati-matian bekerja untuk memenuhi kebutuhan istri dan anaknya sampai kehabisan waktu dan tenaga untuk memenuhi “tanggung jawab”nya sebagai suami terhadap istri, sehingga kecurigaan sang istri kalau suaminya diam-diam memiliki “tanggungan” lain di luar rumah.



Yang cukup menggelikan buat saya adalah kebanyakan dari permasalahan yang muncul dalam kehidupan pernikahan itu hanyalah masalah kecil yang sering kali dibesar-besarkan hanya karena ego dari masing-masing pasangan yang akhirnya menciptakan pikiran-pikiran negatif dalam diri mereka masing-masing. Banyak sekali pertengkaran dalam pernikahan bermula dari persepsi dangkal yang justru berawal dari dalam diri masing-masing.



Seandainya setiap pasangan saling memahami kondisi dan keadaan dari pasangannya, tentunya keharmonisan dalam pernikahan akan jauh lebih mudah untuk diwujudkan. Bukankah akan lebih memberikan kebaikan bagi setiap pasangan yang sudah atau mau menikah? Ya, meskipun pastinya hal ini akan membawa keburukan bagi para pengacara perceraian.



Bagaimana menurut Anda semua setelah membaca tulisan saya yang sepertinya “gak penting” ini? Ada yang punya pendapat yang lebih “gak penting” dari pendapat saya ini? 

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar