“Menikah
itu wajib hukumnya, kalau sudah sanggup”, itulah pernyataan pernah
yang saya dapat dari beberapa orang terdekat saya yang telah
menjalani kehidupan pernikahan. Mereka banyak memberi saya pandangan
secara “audio” maupun “visual” mengenai apa yang disebut
dengan pernikahan. Menurut mereka, pada akhirnya setiap orang pada
akhirnya akan menikah, mau itu dengan orang yang mereka inginkan atau
pun dengan orang pilihan orang tuanya. Tapi yang agak susah untuk
saya pahami adalah ketika saya bertanya, “kalau emang pada setiap
orang akhirnya harus menikah, kenapa banyak banget pasangan menikah
yang berakhir dengan perceraian?” lalu mereka menjawab sekenanya,
“ya berarti gak jodoh” dan mendadak dahi saya penuh dengan kerut.
Saya
“seruput” secangkir kopi hitam
sambil memikirkan persoalan pernikahan yang membuat kepala saya ini
jadi terasa “penuh dengan lebah”. Kalau saya lihat pada kenyataan
yang ada, setiap hari ada saja pasangan yang saling mengikatkan diri
dalam sebuah pernikahan dan berakhir dengan kata cerai. Dimulai dari
dua orang yang saling mencintai dan ingin bersumpah sehidup-semati,
hidup bersama baik dalam keadaan senang maupun susah dan mereka
menikah. Pada awal pernikahan semua tampak berjalan dengan sangat
mulus maka terpikir untuk membuat beberapa rencana, memiliki
momongan, menabung untuk cicilan rumah, dan bla bla bla. Pada
tahun-tahun berikutnya beberapa rencana sudah terlaksana, anak yang
lucu serta rumah yang nyaman dan pelan-pelan mulai muncul percekcokan
kecil, mulai dari peran suami yang mencari nafkah dan istri mengurus
anak, yang mana pada masa ini ego mulai mengambil alih kesadaran
mereka sebagai sepasang suami-istri dan orang tua. Sampai ke
permasalahan nafkah, baik lahir maupun bathin. Suami yang mati-matian
bekerja untuk memenuhi kebutuhan istri dan anaknya sampai kehabisan
waktu dan tenaga untuk memenuhi “tanggung jawab”nya sebagai suami
terhadap istri, sehingga kecurigaan sang istri kalau suaminya
diam-diam memiliki “tanggungan” lain di luar rumah.
Yang
cukup menggelikan buat saya adalah kebanyakan dari permasalahan yang
muncul dalam kehidupan pernikahan itu hanyalah masalah kecil yang
sering kali dibesar-besarkan hanya karena ego dari masing-masing
pasangan yang akhirnya menciptakan pikiran-pikiran negatif dalam diri
mereka masing-masing. Banyak sekali pertengkaran dalam pernikahan
bermula dari persepsi dangkal yang justru berawal dari dalam diri
masing-masing.
Seandainya
setiap pasangan saling memahami kondisi dan keadaan dari pasangannya,
tentunya keharmonisan dalam pernikahan akan jauh lebih mudah untuk
diwujudkan. Bukankah akan lebih memberikan kebaikan bagi setiap
pasangan yang sudah atau mau menikah? Ya, meskipun pastinya hal ini
akan membawa keburukan bagi para pengacara perceraian.
Bagaimana
menurut Anda semua setelah membaca tulisan saya yang sepertinya “gak
penting” ini? Ada yang punya pendapat yang lebih “gak penting”
dari pendapat saya ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar