Selasa, 02 Oktober 2012

Interaksi

So, why do you wanna be a doctor? I want to help. I want to connect with people. A doctor interacts with people at their most vulnerable”.
~Patch Adams, 1998~

Sewaktu masih mengenyam pendidikan di sekolah dasar dulu, kita sering mendengar pemahaman yang berulang kali ditanamkan oleh guru-guru kita, bahwa pada hakekatnya kita yang disebut sebagai manusia adalah mahluk sosial– yaitu mahluk yang memiliki kecenderungan untuk mencari keberadaan mahluk lain atau secara sederhananya, merupakan mahluk yang tidak dapat hidup sendirian. Saya ingat bagaimana guru mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) saat masih SD dulu mengajarkan kalau tanpa kita sadari keberagaman yang ada dalam kehidupan ini menciptakan sebuah ketertarikan dalam diri setiap manusia, sehingga setiap manusia ter-stimulus untuk saling mengenal satu sama lain. Dan pemahaman mengenai mahluk sosial ini pun berkembang seiring dengan perkembangan dari manusia itu sendiri.

Saya ingat kata-kata dari Aristoteles bahwa sebagai mahluk sosial, manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain (dalam kajian filasafat, ini disebut dengan zoon politicon). Bicara soal interaksi, ada yang menarik ketika saya memperhatikan bagaimana manusia saling berinteraksi di zaman sekarang ini– dimana peradaban moderen telah menciptakan sebuah dunia dalam bentuk partikel serat optik bernama internet. Dewasa ini, hampir seluruh manusia cenderung menghabiskan aktifitas sosialnya melalui fasilitas social media yang ada di dalam internet. Sebut saja Facebook, Twitter, Myspace, Thumbler, dan beberapa situs jejaring sosial lainnya yang secara nyata telah menjadi media bagi hampir sebagian besar manusia untuk berinteraksi. Cukup hanya dengan menuliskan apa yang ingin disampaikan tanpa perlu memikirkan apa dan bagaimana reaksi yang akan timbul kemudian– tentunya hal ini tidak lepas dari berlakunya kebebasan hak azasi manusia untuk bicara.

Jika kita bicara tentang interaksi, sudah pasti yang akan muncul dalam benak kita pertama kali adalah tentang komunikasi, baik itu verbal maupun non-verbal. Jujur saja saya suka sekali memperhatikan serta mengamati bagaimana seseorang berkomunikasi, entah itu cara dan gaya bicaranya, atau bahasa tubuhnya. Menurut saya setiap orang memiliki cara berkomuniksi yang berbeda-beda dan mungkin ini yang menjadikan manusia memiliki keunikan tersendiri. Saya terkesima melihat bagaimana sepasang pria dan wanita– yang mungkin sepasang kekasih atau semacamnya bisa saling berkomunikasi tanpa banyak berkata-kata, hanya saling memandang dan membagi senyum. Bagaimana sepasang suami istri yang berbicara dengan nada yang tinggi bahkan nyaris berteriak, namun tetap bertahan hidup bersama dalam satu atap. Atau yang paling mengagumkan adalah ketika melihat seorang Ibu yang harus selalu menggunakan bahasa isyarat hanya agar anaknya yang tuna rungu tahu betapa besar cinta sang Ibu kepadanya.

Selama hidup ini, kita mungkin pernah atau sering kali bertemu dengan orang-orang yang “kurang pandai” dalam berinteraksi dan biasanya mereka ini merasa diasingkan lalu memilih untuk melanggar kodratnya sebagai mahluk sosial, menolak dan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Dalam hal ini, saya sering menemukan bahwa memang kebanyakan dari kita hanya mengerti tapi kurang memahami apa itu berinteraksi. Kita sering lupa bahwa setiap orang memiliki cara berinteraksi yang berbeda-beda dan terkadang kita kurang bisa menghargai sebuah perbedaan. Bukankah karena kita perbedaan itu yang membuat kita menjadi unik? Dan bukankah keunikan itu yang menciptakan “hukum ketertarikan” diantara kita, manusia?













1 komentar: