“Ibuku
selalu bilang, “Hidup itu ibarat sekotak penuh coklat. Kamu tidak
akan tahu coklat seperi apa yang akan kamu dapat”
~
Forrest Gump ~
Dalam
hidup ini setiap orang menjalankan kehidupannya berdasarkan
perencanaan yang matang. Memang tidak pernah ada pedoman ataupun
aturan yang mengatakan demikian tapi kalau diperhatikan, kebanyakan
mereka yang lebih ahli atau berpengalaman menganjurkan secara tegas
agar merincikan kehidupan kita ke dalam sebuah perincian yang jelas
dan mendetil. Alm. Bapak saya pernah berkata begini,
“kalau
kamu ingin memiliki kesuksesan di masa depan, maka kamu harus
memiliki perencanaan yang bagus dan terperinci sebagai pedoman kamu
untuk menentukan langkah mendapatkan kesuksesan itu”
Jika
ditelaah, sebenarnya apa yang di tanamkan generasi sebelum
kita–mengenai perencanaan ini, sangat masuk akal karena ketika
seseorang membuat suatu perencanaan untuk hidupnya, secara sadar atau
tidak, seseorang tersebut telah menciptakan beberapa achievment
atau pencapaian yang didasari oleh orientasi serta tujuan hidupnya
beberapa tahun mendatang. Namun kadang saya berpikir, apakah memang
hidup itu harus selalu terencana? Atau apakah setiap orang tahu
dengan pasti apa yang telah mereka rencanakan untuk hidup mereka
sendiri?
Saya
melihat pada kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sekitar, tentang
mereka yang menurut saya memiliki perencanaan hidup yang hebat–lulus
kuliah S1 di usia 25 tahun, bekerja, menikah diumur 27 atau 28 tahun,
setahun kemudian punya anak dan naik jabatan di kantor, berinvestasi
diusia sekitar 30 tahun (baik itu tanah, logam mulia, ataupun
deposito). Dan realita yang terjadi, mereka mendapatkan gelar sarjana
saat berumur 27 tahun. Mereka punya pekerjaan dan karir yang
meningkat. Punya rumah dan deposito (tapi tidak logam mulia) diusia
35 tahun, dan belum menikah.
Menurut
saya hal ini menjadi menarik untuk dipelajari, bagaimana seseorang
menjalani sebuah proses dari apa yang telah mereka rencanakan untuk
masa depan mereka. Tentang bagaimana kehidupan mereka menjadi begitu
terikat sampai – sampai mereka tidak memiliki waktu untuk menikmati
kehidupan yang mereka miliki. Sepanjang waktu mereka terus berkutat
dengan pencapaian dan target yang ingin diraih dengan dalih demi masa
depan yang jauh lebih baik–yang kalau saya pikir, bagaimana mungkin
mereka tahu apa itu kehidupan yang lebih baik sedangkan mereka tidak
pernah tahu kehidupan seperti apa yang sedang mereka jalani saat ini.
Lalu
bagaimana dengan saya? Pastinya saya punya rencana, sekalipun tidak
satupun yang sifatnya konkrit dan jelas. Karena mungkin pada dasarnya
apa yang menjadi tujuan dan orientasi hidup saya terlalu simpel dan
“kurang muluk”. Jika kebanyakan orang–mungkin juga Anda
termasuk salah satunya–menganggap saya munafik, aneh, krik
atau semacamnya, saya sangat maklum mengingat di zaman global seperti
sekarang ini “menjadi bahagia” bukan lagi tujuan atau orientasi
dari sebuah kehidupan.
Lalu
bagaimana dengan tujuan hidup Anda??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar