"You
can learn many things from children. How much patience you have, for
instance".
~Franklin
P. Jones~
Hari
ini, tepat tanggal 23 Juli 2012, bangsa kita memperingatinya sebagai
Hari Anak Nasional. Sebenarnya perayaan Hari Anak Nasional di setiap
negara berbeda – beda namun perayaan hari anak pertama kali
dilakukan oleh salah satu organisasi bangsa yang mengurus dan
memperhatikan kesejahteraan anak – anak di seluruh belahan dunia,
UNICEF pada bulan Oktober 1953 dan sejak tahun 1954, PBB atau
Perserikatan Bangsa – Bangsa menetapkan bahwa Hari Anak Sedunia
jatuh pada tanggal 20 November.
Pada
perjalanannya dari tahun 1954 sampai dengan saat ini, masalah dan
problematika yang terjadi pada keadaan anak - anak di tiap negara,
perlahan telah menjadi salah satu isu utama yang sering kali
diperbincangkan oleh sebagian besar masyarakat, terlebih bagi mereka para
pemerhati anak, lingkungan hidup, sosial dan budaya serta pendidikan
di seluruh belahan dunia. Sebut saja, isu perdagangan manusia
yang ternyata cukup banyak menjadikan anak sebagai korban.
Lalu masalah eksploitasi anak, dimana anak dipaksa untuk menjadi
komoditi atau penopang kesejahteraan keluarga, serta yang paling
klise, terutama di negeri kita ini yaitu pendidikan dan kesehatan
yang secara kasat telah meng”kambing-hitam”kan kemiskinan sebagai
alasan utamanya.
Melihat
apa yang terjadi pada dunia anak – anak, terutama di Indonesia,
terkesan masih sangat jauh dari kata baik. Masalah keadaan anak –
anak di Indonesia yang setiap tahunnya seperti terus bertambah yang
padahal telah begitu banyak orang – orang yang peduli terhadap
keadaan ini, sebut saja Komnas Perlindungan Anak Indoneisa (KPAI) dan
pastinya aparat negara yang tergabung dalam Departemen Sosial
nampaknya tidaklah cukup untuk mengtasi masalh ini.
Jika
meneliti sedikit apa seperti apa masalah yang terjadi pada lingkungan
anak di Indonesia, maka akan kita lihat bersama begitu
banyak fenomena yang ada, mulai dari anak jalanan dan terlantar,
anak - anak yang putus sekolah, anak – anak yang menjadi korban
kekerasan, baik di luar maupun di dalam rumah tangga, Narkoba, serta
yang paling menyedihkan adalah perdagangan manusia dan pelacuran,
yang mana anak – anak dan perempuan adalah korban utamanya.
Menurut
Education For All Global Monitoring
Report yang diterbitkan oleh UNESCO pada tahun 2011 lalu menyatakan
bahwa Negara Indonesia berada pada peringkat 69 dari 127 negara dalam
Education Development Index, yang artinya bahwa karena tingginya
jumlah yang putus sekolah menyebabkan rendahnya pembangunan negara.
Belum lagi masalah anak jalanan yang selama tiga tahun belakangan ini
terus meningkat angka pertumbuhannya. Dinas Sosial DKI Jakarta
mengkalkulasikan bahwa pada tahun 2009 terdapat 3.724 anak jalanan,
dan bertambah jumlahnya pada tahun 2010 menjadi 5.650 anak jalanan,
dan berdasarkan data terakhir, tahun 2011 jumlahnya terus bertambah
menjadi 7.315 anak jalanan. Jumlah ini termasuk berbagai profesi anak
jalanan, mulai dari pengemis, pengamen, pengelap kaca mobil, pedagang
asongan, joki 3 in 1
dan tukang parkir.
Meningkatnya
berbagai permasalahan pengabaian dan pelanggaran dari hak anak –
anak terus terjadi di negeri kita ini. Ini tampak jelas dimana telah
terjadi 2.386 kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2011, yang
mana angka ini meningkat 98 persen jika dibandingkan dengan kasus - kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi tahun
2012, yaitu sebanyak 1.234 kasus.
Absennya
pemerintah terhadap penanggulangan masalah ini dianggap menjadi
penyebab utama mengapa masalah pelanggaran hak asasi terhadap anak
terus bertambah dan meningkat. Pemerintah dinilai telah gagal untuk
melindungi anak – anak yang notabenenya juga termasuk dalam warga
Indonesia yang hak dan kepentingannya justru harus lebih dilindungi
karena hanya pada anak – anak ini, regenerasi peradaban bangsa yang
lebih baik dapat kita wujudkan demi kelangsungan hidup anak cucu kita
kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar