Rabu, 29 Juni 2011

Susah Jadi Orang Baik..., Setuju ?

Pernahkah Anda merasa kalau menjadi orang baik itu tidak menyenangkan? Atau mungkin Anda sering bertanya-tanya, Kenapa sih susah banget jadi orang baik ? Kenapa sih orang baik selalu ditindas ? Anda mungkin pernah melihat atau merasakan langsung, ketika seseorang yang tiba-tiba melakukan suatu kebaikan justru mendapatkan reaksi yang negatif dari lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya Anda mengambil sebuah kesimpulan kalau ternyata menjadi orang baik itu tidak menyenangkan.

Baru-baru ini, saya mendapat referensi sebuah buku dari teman sekantor. Sebuah buku yang ternyata memberikan saya banyak sekali pemahaman baru. Sebuah bacaan yang memberi nuansa baru saat saya menikmati Secangkir Kopi Hitam ini. Kumpulan catatan pengalaman dan petuah-petuah bijak yang membuat saya menertawakan diri sendiri. Sebuah karya dari seorang biksu terkenal bernama Ahjan Bhram, berjudul Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya. Dari sekian banyak pemahaman yang disampaikan buku ini, ada satu cerita yang cukup menggelikan mengenai sulitnya menjadi orang baik.

Dahulu kala, ada seekor ular jahat yang hidup di hutan sekitar kaki gunung. Ia menggigit dan memakan apa saja sehingga ia tidak hanya ditakuti di penduduk sekitar, tapi juga oleh kalangan ular yang hidup di hutan. Sudah banyak korban berjatuhan dan tidak ada satupun hal yang dapat menghentikan kejahatannya.

Seiring berjalan wkatu, si ular jahat semakin bertambah tua. Rupanya menjelang hari tuanya, ia mulai merasa jenuh dan bosan berbuat jahat. Si ular jahat ini ingin sekali bertobat dan menghentikan semua kejahatannya. Ia pergi ke atas gunung, konon di sana ada seekor ular suci yang sangat terkenal belas kasihnya dan sering memberikan ceramah kepada para ular yang ingin bertobat. Agar ular jahat tidak dikenali, ia melakukan penyamaran saat pergi ke kuil ular suci yang ada si atas gunung. Ia memakai jaket tebal, kacamata hitam dan tak lupa topi agar ia semain sulit dikenali.

Sesampainya di kuil, sang ular suci sedang memberikan ceramah kepada para ular yang ingin bertobat. Si ular jahat mendengarkan sambil bersembunyi di atas pohon agar ular-ular lain tidak panik dan ketakutan melihat kehadirannya di kuil itu. Setelah sang ular suci selesai memberikan ceramah dan ular-ular lain pergi meninggalkan kuil, baru si ular jahat turun menghampiri sang ular suci sambil menangis tersedu-sedu. “wahai ular suci, aku ingin sekali bertobat. Aku ingin menghentikan semua kejahatanku. Aku mengaku telah melakukan kesalahan, tolong bantu aku. Sang ular suci berusaha menenangkannya dan meyuruhnya untuk tidak menggigit dan memakan mahluk hidup lagi. Setelah mendapat ketenangan, si ular jahat kembali pulang ke kaki gunung untuk melanjutkan hidupnya dan berjanji untuk bertobat sungguh-sungguh.

Melihat perubahan yang terjadi pada ular jahat, para penduduk tidak lagi takut akan kehadiran si ular jahat tersebut. Para penduduk mulai berani untuk berjalan di depan ular jahat tersebut. Bahkan banyak anak kecil yang mulai berani meledek si ular jahat tersebut. “hei dasar, mahluk melata yang jelek. Sudah tidak berani untuk menggigit dan memakan kami ya ?”, begitu teriak anak-anak kecil itu sembari melempari ular jahat itu dengan batu. Tapi karena kesungguhan niat untuk menjadi baik, si ular jahat hanya diam dan tidak melawan sedikit pun. Bahkan ketika anak-anak kecil itu memukulinya dengan batang kayu, ia hanya diam dan menerima semua perlakuan mereka itu tanpa membalas ataupun mengeluarkan desis meski hanya untuk menakuti mereka semua.

Ular jahat kesakitan, tidak hanya badannya, namun juga hatinya. Ia merasa bahwa orang-orang memanfaatkan kesempatan bertobatnya untuk menyakitinya. Dengan badan penuh luka dan babak belur, ia berjalan menghampiri kuil ular suci dan meminta pertanggung jawaban karena ia merasa si ular suci telah memberinya saran yang justru membuatnya menderita.

Sang ular suci terkejut melihat kedatangan ular jahat yang sudah babak belur. “Apa yang terjadi denganmu hingga babak belur seperti ini ? “, Tanya ular suci kepada ular jahat. “Ini semua karena saranmu. Mereka semua memanfaatkan petobatanku untuk membalas menyakitiku. Aku dipukuli tanpa memberikan perlawanan sedikit pun pada mereka hingga akhirnya aku babak belur begini. Maaf ular suci, sepertinya kebaikan hanya berlaku di dalam kuil tapi tidak dalam kehidupan nyata.”, begitu teriak si ular jahat. Mendengar pengaduannya, si ular suci hanya tertawa seraya berkata, “ Dasar mahluk melata yang dungu. Aku melarangmu untuk menggigit, memakan, dan menyakiti mereka semua tapi aku tidak menyuruhmu untuk berhenti berdesis.”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar