Jumat, 11 Mei 2012

Apakah ini yang disebut Kebebasan ?



A person may cause evil to others not only by his actions but by his inaction, and in either case he is justly accountable to them for the injury.” 
~John Stuart Mill~


Apa arti kebebasan? Pertanyaan ini sering kali berkutat dalam pikiran saya. Ada yang mengartikannya secara harafiahnya saja dan ada juga yang mengartikannya secara konseptual dan teoritis. Sejujurnya, pemahaman tentang kebebasan telah menjadi ganjalan tersendiri dalam kehidupan pribadi saya karena pada kenyataannya, prinsip serta nilai yang terkandung dalam pengertian kebebasan justru terkesan bertolak belakang dengan makna dari kebebasan itu sendiri. Contoh yang mungkin paling sering kita jumpai adalah mereka yang menganut azas “kebebasan yang bertanggung jawab”, yang dalam secara realitanya apa mungkin seseorang yang diberi kebebasan akan memiliki kecenderungan untuk bertanggung jawab?

Jika diartikan secara harafiah, kebebasan berarti keadaan dimana tidak adanya larangan. Dalam kajian ilmu bahasa, kebebasan diartikan menurut kata dasarnya, yaitu bebas. Bebas merupakan suatu kondisi yang terlepas atau tanpa penghalang. Tidak terbatas atau terikat pada sesuatu, keadaan yang merdeka.

John Stuart Mill dalam karyanya, On Liberty, membagi kebebasan menjadi dua, yaitu kebebasan bertindak dan kebebasan dari paksaan. Secara hakekat kehidupannya, kebebasan adalah perbuatan yang bukan didasari oleh kemauan individu yang tanpa kontrol atau batasan. Dalam pemahamannya, John Stuart Mill tidak menekankan keadaan yang bebas sebagai pengendalian kuat atas kemauan individu maupun tatanan sosial untuk melakukan kehendak.

Menurut pemahaman yang berkembang di tengah masyarakat, kebebasan kerap kali dikaitkan dengan apa yang disebut sebagai penegakan hak azasi. Padahal kalau saya perhatikan, kebanyakan pelanggaran hak azasi justru dilakukan oleh mereka yang menciptakan dasar – dasar hak azasi itu sendiri. Penerapan dari kebebasan tiap individu yang hidup diatur berdasarkan sistem – sistem serta pasal yang justru mengikat dan absolut. Saya sering mendengar norma yang berlaku di masyarakat bahwa “setiap orang berhak melakukan apa yang ia kehendaki selama hal tersebut tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan orang lain”. Saya berpikir keras mengenai pemahaman ini, bagaimana mungkin saya melakukan sesuatu yang saya kehendaki tanpa menyentuh kepentingan orang lain? Sedangkan pada hakekatnya, saya adalah mahluk sosial, yang berarti dalam kondisi apapun akan selalu connect atau terhubung dengan mahluk sosial lainnya.

Saya lebih menyepakati apa yang menjadi pemahaman John Stuart Mill tentang kebebasan, yaitu kebebasan merupakan sikap untuk memilih tidak terikat pada nilai dan prinsip yang mengekang. Selalu terbuka terhadap hal baru, namun tidak menerimanya secara mentah. Sikap untuk tidak terikat pada persepsi sepihak, stigma, serta asumsi “asal” sehingga tiap orang bisa dengan leluasa untuk menerima dan mencerna suatu pandangan, dan leluasa juga untuk mengutarakan apa yang telah dicernanya tersebut. Dengan kata lain, kebebasan sejatinya bermula dari bagaimana seseorang itu berpikir dan mengaktualisasikan pikirannya tersebut. Saya rasa akan sangat sia – sia apabila setiap orang diberi kebebasan untuk bertindak hanya berdasarkan apa yang dikehendaki, tapi tidak boleh bertindak berdasarkan apa yang dipikirkan.





Sumber :
http://www.bartleby.com/130
Mill, John Stuart. 1869. On Liberty
http://id.wikipedia.org



Kamis, 10 Mei 2012

Untuk Pertama kalinya...


She's all laid up in bed with a broken heart,
While I'm drinking jack all alone in my local bar,
And we don't know how,
How we got into this mad situation,
Only doing things out of frustration”
~For The First Time, The Script~

Kalimat ini adalah lirik di bait awal lagu For The First Time milik The Script, band pendatang baru yang menurut saya memiliki musik yang cukup menarik, terlebih dalam penulisan lirik – lirik lagunya. Khusus untuk lagu For The First Time ini, saya mengacungi jempol kepada sang vokalis dan penulis lagu, Danny O'Donoghue, karena menurut saya di lagu ini ia mampu membuat liriknya bercerita dengan sangat realistis. Danny O'Donoghue mampu menuliskan gambaran nyata dari kehidupan banyak orang, dimana mereka harus menghadapi masalah dalam menjalani hubungan dengan pasangannya, baik yang masih dalam status pacaran maupun pernikahan.

Apa yang saya tulis ini bukanlah sebuah ulasan, review, atau sejenisnya, melainkan hanya mencoba memahami apa yang ingin disampaikan oleh Danny O'Donoghue melalui lirik yang ditulisnya.

Dalam lagu ini, Danny O'Donoghue bercerita tentang bagaimana setiap orang yang memiliki pasangan harus menghadapi situasi yang kompleks, dimana keadaan tersebut dirasa akan sangat mempengaruhi hubungan mereka di masa yang akan datang dan mereka tidak tahu atau tidak pernah membayangkan kalau mereka bisa mengalami situasi seperti itu. Menurut saya apa yang tertulis dalam lirik lagu ini sangat menggambarkan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan. Pada realitanya, saya sering kali menemukan pasangan kekasih ataupun suami – istri terjebak dalam situasi yang sulit dan mereka merasa tidak mampu menemukan jalan keluar dari permasalahan yang sedang mereka hadapi.

Saya ingat masa kuliah dulu, ketika salah satu dosen saya menyatakan bahwa konsep pernikahan dalam tatanan masyarakat moderen telah mengalami banyak sekali pergeseran makna sehingga pemahamannya pun menjadi kabur dan terkesan bersinggungan nilai – nilai normatif yang telah ada jauh sebelum moderenisasi berkembang. Menurut dosen saya, faktor utama dari fenomena ini adalah banyaknya orang yang salah kaprah tentang dasar atau fondasi dari pernikahan itu sendiri, yaitu cinta.

Erich Fromm dalam bukunya, The Art of Loving, mengatakan bahwa cinta adalah jawaban dari permasalahan eksistensial manusia. Sebagai mahluk sosial, manusia sering kali dihadapkan pada permasalahan tentang keterpisahannya dengan lingkungan, yaitu kesendirian. Secara lebih mendalam, Eric Fromm mencoba memahami pemahaman tentang “manusia sebagai mahluk sosial”, yaitu kebutuhan untuk selalu berhubungan dengan manusia lain untuk mempertahankan eksistensinya. Ia menyatakan cinta sebagai bentuk perilaku atau aktivitas yang menekankan pada prinsip kebebasan hakiki dari manusia itu sendiri. Dengan kata lain, Eric Fromm menekankan bahwa cinta bukan hanya sekedar keterikatan hubungan namun lebih kepada orientasi dari karakter seorang manusia untuk dapat menjalin sebuah hubungan dengan manusia lain.

Apa yang disampaikan oleh dosen saya itu ada benarnya karena jika melihat realita yang terjadi mengingat masih banyaknya persepsi yang salah pada masyarakat tentang konsep cinta. Kebanayakan dari mereka mengartikan cinta sebagai kepemilikan mutlak atas diri seseorang yang mereka cintai tanpa adanya timbal balik atau keinginan untuk memahami kebutuhan yang diharapkan orang yang mereka cintai. Ketika pemenuhan ego yang sepihak itu telah terpenuhi maka ego yang lain akan menuntut untuk mendapatkan pemenuhan yang setimpal dan jika pemenuhan ini tidak dipenuhi maka akan muncul berbagai macam distorsi yang berujung pada rasa ingin saling menyakiti satu sama lain. Pada situasi inilah kecederungan untuk masing – masing ego “menyerah” meningkat, yaitu situasi dimana mereka berpikir untuk saling meninggalkan.

Bagi setiap pasangan yang dihadapkan pada situasi seperti ini, tidak terpenuhinya tuntutan dari ego masing – masing membuat mereka melupakan beberapa hal mendasar dari apa yang Eric Fromm sebut dengan cinta. Dari apa yang ditekankan oleh Eric Fromm, secara jelas telah memberikan penjabaran tentang cinta itu sendiri. Pada dasarnya ketika seorang manusia mencintai manusia lain maka secara sadar ataupun tidak, manuisa tersebut telah mengorientasikan atau membuat arah tujuan dari hubungan yang akan dijalain dengan manusia lain yang dicintainya itu.

Mungkin bagi kebanyakan orang, konsepsi tentang cinta terkesan terlalu berlebihan sehingga mereka enggan untuk membicarakannya secara lebih mendalam. Menurut dosen saya, persepsi – persepsi dangkal seperti inilah yang mengakibatkan banyak manusia yang mengalami retard atau kemunduran sehingga mereka mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan dengan orang yang telah mereka tanamkan harapan.

Dan mungkin ada benarnya jika melirik pada apa yang ditulis oleh Danny O'Donoghue ini, dimana kebanyakan orang yang sedang menghadapi permasalahan yang rumit dengan pasangannya, mereka cenderung berpikir dan melakukan sesuatu hanya berdasarkan rasa kecewanya saja sehingga mereka lupa tentang beberapa hal mendasar dari apa yang telah mereka “orientasikan” dari hubungan mereka ini ketika perasaan mereka bertemu untuk pertama kalinya.









Sumber :
The Art of Loving – Erich Fromm
http://shnajitama.wordpress.com/2012/02/12/teori-cinta-erich-fromm
http://www.thescriptmusic.com