Sabtu, 04 Desember 2010

Cuma 21 gram...

Ada yang tahu gak kalo ternyata roh atau dalam istilah bulenya spririt itu ternyata cuma seberat 21 gram?, begitu yang isi salah satu arikel majalah kedokteran yang saya baca semalam. Menurut penelitian para ahli dan dokter-dokter ternama di dunia, ketika kita meninggal nanti bobot dari jasad kita menyusut sebanyak 21 gram..dari hasil penelitian itu banyak spekulasi-spekulasi yang berkembang, misalnya kehidupan alam Barzah atau alam ruh (dimana setiap dari kita yang memiliki ruh dan kelak kita mati berarti ruh kita telah terpisah dari tubuh kita dan pergi menuju Sang Khalik), yang berarti jumlah bobot yang berkurang itu adalah ruh kita yang telah meninggalkan jasad kita. Kalo udah begitu, coba kita berpikir “rata-rata manusia sekarang bertahan sampai umur 60an, kira-kira selama kita ngejalanin hidup sepanjang 60 tahun sepadan gak sama sesuatu yang hilang dari kita yang ternyata Cuma seberat 21 gram?..(Mode “Kritis”:ON)

Saya sering banget memperhatikan orang-orang yang ada di sekitar saya, mulai dari yang tua, muda, laki-laki, perempuan, bahkan sampai yang androgini juga gak luput dari perhatian saya. Kalo saya perhatikan, kebanyakan dari mereka sangat mencintai segala sesuatu yang berbau “duniawi” (bukan karena mereka hidup di dunia, melainkan karena mereka lupa sama kehidupan setelah mereka semua meninggalkan dunia). Coba aja kita perhatikan masing-masing diri kita, selalu saja mengejar sesuatu yang terkadang kita sendiri suka gak tahu apa hal itu layak kita kejar atau gak.., pengen kaya tapi gak mau kerja, bicara soal intelegensi tapi cuma “sarjana roti”, hang-out sana-sini biar eksis tapi cuma seliweran di kelab-kelab malam sambil menikmati sebotol Johnny Walker, dan kebiasaan-kebiasaan gak penting lainnya. Ada juga yang cukup kompleks dan sulit dipahami tapi sering banget dilakukan para sosialita, affair dengan rekan kantor, kecanduan pesona panti pijat++, gaya hidup fagout sampai eksistensi shemale.

Yang cukup jarang ditemui namun sedang mewabah, orang-orang yang sibuk mencari sosok Tuhan dalam kehidupan nyata sampai-sampai mereka lupa menafkahi anak-istrinya, membahagiakan Ibu-Bapaknya, atau berbuat kebajikan pada orang lain yang padahal mereka akan menemukan eksistensi Tuhan jika mereka tidak melupakan itu semua. Atau yang paling parah dari hal ini adalah menggali sampai dalam suatu syariat tapi mengenyampingkan hakekat.

Memang aneh kalo saya memikirkan itu semua hanya berdasarkan nilai-nilai subyektif semata karena suka atau tidak, saya bukan Tuhan, Nabi, ataupun hakim yang bisa menyalahkan serta membenarkan terlebih lagi keadaan ini sudah lama berlangsung dan mungkin hanya sedikit orang yang merasakannya. Tapi kalo boleh saya sedikit bersuara (Mode “Kritis”:OFF, Mode “lebay”:ON) “coba kita mikir bareng-bareng mengenai persoalan (yang mungkin gak penting) ini, apa aja sih yang udah kita lakukan sampai dengan umur kita saat ini? Mengingat pada akhirnya hanya seberat 21 gram dari tubuh kita yang akan memberikan report kepada Sang Khalik..cuma 21 gram yang kalo diperkirakan cuma seukuran sebatang coklat Silverqueen atau satu bungkus kecil coklat M&m’s yang sering banget kita beli Circle K atau Alfamart dengan harga sepuluh ribuan..

We are a star....

“everybody was a star...”, begitu yang dikatakan seorang Billy corgan ketika seorang wartawan bertanya apa enaknya menjadi seorang superstar? Mungkin terdengar nyeleneh tapi menurut saya itu merupakan sebuah jawaban yang sangat diplomatis dan memiliki nilai filosofi yang tinggi.
Saya gak tahu kenapa menulis tentang hal yang mungkin terkesan “gak penting” ini, “maybe because im not a star.., not already yet..” atau memang saya gak akan pernah menjadi seorang “bintang”? coba kita mikir bareng-bareng ya.. (Mode “kritis”:ON)



Gak tahu kenapa hampir sebulan ini semua orang yang saya kenal sering banget membicarakan perihal “how life like a rockstar?” atau sekedar berangan-angan menjadi seorang “superstar”. Mereka semua sepakat bahwa dengan menjadi seorang rockstar atau superstar seseorang dapat melakukan apa saja yang diinginkannya, mulai dari meniduri banyak selebriti cantik seperti yang dilakukan Ariel “Peter Pan”, punya banyak “selir” seperti Ahmad Dhani, bebas memikat berondong bak Tamara Blezenski, bisa duet bareng SLANK atau Iwan Fals, punya affair sama tokoh-tokoh terpandang seperti Mayang Sari dan Aida Nurmala, serta perilaku arogan dari seorang Dewi Persik. Tapi apa pernah orang-orang itu berpikir kalau mereka yang sering dinobatkan sebagai rockstar ataupun superstar merasa jengah dengan ketenaran mereka sendiri, misalnya Bim-Bim SLANK yang kapok dengan budaya rock’n’roll (drugs, sex, and alcohol)dan serta merta mengganti haluannya dengan suara hati yang tertindas, bernama blues..atau Iwan Fals yang terkenal kritis tiba-tiba berbicara soal cinta dan “Senandung Lirih” ciptaan Eross “Sheila on 7”?..Apakah orang-orang itu tahu bahwa mereka yang nama besarnya sering kali dielu-elukan merasa terbebani dengan ketenarannya sendiri dan lalu perlahan terjebak dalam sebuah kubangan bernama “privasi” seperti Alm.Kurt Cobain?



Terkadang saya suka merasa bahwa kebanyakan dari kita kurang bisa bersyukur, gadis-gadis muda yang menghabiskan uang berjuta-juta untuk me-make over dirinya supaya dapat meraih impiannya menjadi seorang supermodel dan mengenyampingkan pendidikan atau anak muda yang bermimpi menjadi seorang Sid Vicious dan lalu mati over dosis dengan jarum suntik yang masih melekat di pergelangan tangan..yah, tapi gak bisa dipungkiri setiap orang ingin dilihat dan dipandang sebagai sesuatu yang berarti atau istilah kerennya EKSISTENSI”.



Saya bukan mau menggurui atau menjadi “sok tahu”, tapi kalau boleh mengutip dialog Morgan Freeman (berperan sebagai Tuhan) kepada Jim Carrey (umat yang tak pernah bersyukur) dalam salah satu film karya orang yahudi berjudul Bruce Almighty :

“Keajaiban itu memang ada.., tapi seseorang yang mampu membelah sup menjadi dua bagian, itu bukan keajaiban melainkan trik..tapi seorang Ibu muda yang memiliki dua pekerjaan sekaligus untuk menghidupi keluarga namun masih mampu menghabiskan waktu untuk bermain dengan ketiga anaknya, itu baru keajaiban..”. 


Dari kata-kata itu saya belajar memahami (Mode “kritis”:OFF, Mode “lebay”:ON) bahwa sejatinya seorang “bintang” gak selalu berkilau tapi sudah pasti terus bersinar dan gak akan pernah padam. Bahwa sekecil apapun itu, selama ia adalah seorang “bintang” maka ia akan terus bersinar tanpa pernah menyilaukan mata setiap orang yang memandanginya.